Kabar24.com, JAKARTA − Pemerintah mengusulkan penambahan kewenangan penegak hukum dalam revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2013 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Terkait hal itu anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Arsul Sani mengatakan bahwa penambahakan kewenangan penegak hukum juga harus mengedepankan keseimbangan dalam penegakan hak asasi manusia (HAM).
Upaya pengakan HAM dapat dilakukan dengan diaturnya pengajuan praperadilan oleh terduga terorisme.
Dalam revisi Undang-Undang (UU) perlu dituliskan bahwa semua pihak yang mengalami upaya paksa penangkapan atau penahanan terkait terorisme dapat mengajukan praperadilan.
“Kalau tidak begitu kita seperti Guantanamo. Orang ditahan tidak jelas salah atau tidak,” katanya usai rapat dengan lembaga independen antiterorisme Belanda, International Centre for Counter-Terrorism – The Hague (ICCT), di Jakarta, Rabu (17/2).
Penjara Guantanamo sendiri dikenal sebagai tempat penahanan terduga teroris atau pengikut Al-Qaeda oleh tentara Amerika Serikat.
Penjara yang terletak di Kuba itu menuai kontroversi karena sebagian besar tahanan ditahan tanpa menjalani proses pengadilan sebagaimana mestinya.
Sebelumnya Komisioner Komisi Nasional HAM Siane Indriyani mengungkapkan bahwa saat ini saja sudah tercatat beberapa pelanggaran HAM.
Berdasarkan data yang pernah ia kumpulkan, sejak 2013 penegak hukum secara teoritis telah melakukan pelanggaran HAM berat kepada terduga terorisme.