Bisnis.com, JAKARTA - Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia, PBHI, mencatat 2.643 orang di 10 wilayah Indonesia ditangkap dan ditahan secara sewenang-wenang dalam aksi unjuk rasa Tolak Omnibus Law pada 8 Oktober 2020.
“Itu baru satu hari dan hanya di 10 provinsi. Kami yakin ini jumlahnya berkali-kali lipat jika ditotal di seluruh wilayah di 34 provinsi,” kata Pemantau Pelanggaran HAM dari PBHI Gina Sabrina dalam webinar DUHAM#7, Kamis (5/11/2020).
Perinciannya, DKI Jakarta menjadi yang terbanyak yakni 1.000 orang ditangkap dan ditahan sewenang-wenang.
Di daerah lain kasus serupa juga terjadi. Di Jawa Tengah 260 orang mengalami perlakuan yang sama, begitu di Sumatra Barat 251 ditangkap dan di tahan.
Penangkapan dan penahanan juga dialami 250 orang di Sulawesi Selatan.
Penangkapan dan penahan juga terjadi di Lampung terhadap 242 oranng, Sumatra Utara (241), Jawa Barat (221), Yogyakarta (146), dan Kalimantan Barat (32).
Baca Juga
Lebih lanjut, PBHI menemukan beberapa pola pelanggaran HAM oleh aparat penegak hukum.
Pola pelanggaran itu berupa larangan aksi, sweeping massa aksi, penangkapan dan penahanan sewenang-wenang, penyiksaan kepada massa aksi, menghalangi akses bantuan hukum kepada massa aksi yang ditangkap dan ditahan, dan pemaksaan tes urin dan Covid-19 tanpa dasar hukum serta konsensus.
Seperti diketahui, menjelang pengesahan RUU Cipta Kerja terjadi aksi unjuk rasa di sejumlah lokasi. Massa menolak pengesahan RUU tersebut karena dinilai akan merugikan.