Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Salah Ketik UU Cipta Kerja, Jokowi Perlu Terbitkan Perppu? Ini Kata Yusril

Yusril Ihza Mahendra menyampaikan dua saran terkait persoalan salah ketik dalam UU Cipta Kerja.
Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra (kanan) memberikan keterangan saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/7)./ANTARA-M Agung Rajasa
Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra (kanan) memberikan keterangan saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/7)./ANTARA-M Agung Rajasa

Bisnis.com, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra memberikan masukan terkait salah ketik dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Undang-Undang Cipta Kerja telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2 November 2020 dan sudah diundangkan dalam lembaran Negara.

Oleh sebab itu, Yusril menyatakan bahwa naskah itu sah sebagai sebuah undang-undang yang berlaku dan mengikat semua pihak.

Lantas, bagaimanakah cara memperbaiki salah ketik seperti itu? Haruskah Presiden mengajukan UU Perubahan atau Perppu untuk memperbaikinya?

Mengenai hal itu, Yusril menyampaikan dua saran. Pertama, mengadakan rapat perbaikan.

"Kalau ada keslahan itu hanya salah ketik saja tanpa membawa pengaruh kepada norma yang diatur dalam Undang-Undang itu, maka Presiden (bisa diwakili Menko Polhukam, Menkumham atau Mensesneg) dan Pimpinan DPR dapat mengadakan rapat memperbaiki salah ketik seperti itu," kata Yusril seperti dikutip dari akun media sosial twitter @Yusrilihza_Mhd, Rabu (4/11/2020).

Adapun, saran yang kedua ialah tidak perlu tanda tangan ulang. Yang dimaksud Yusril ialah naskah yang telah diperbaiki nantinya diumumkan kembali dalam lembaran negara untuk dijadikan sebagai rujukan resmi.

"Presiden tidak perlu menandatangani ulang naskah UU yang sudah diperbaiki salah ketiknya itu," ujarnya.

Seperti diketahui, UU Cipta Kerja yang telah resmi diundangkan menuai kontroversi akibat adanya sejumlah kesalahan redaksional.

Kesalahan yang paling disoroti ialah Pasal 6 dan Pasal 5 dalam beleid tersebut. Adapun bunyi dari Pasal 6 ialah: "Peningkatan eksositem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi: a. penerapan Perizinan Berusaha berbasis risiko; b. penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha; c. penyederhanaan Perizinan Berusaha sektor; dan d. penyerderhanaan persyaratan investasi," demikian kutipan Pasal 6 dalam UU Cipta Kerja.

Pasal itu dinilai janggal, karena Pasal 5 yang menjadi rujukan ternyata tidak memiliki satu ayatpun dan tidak terkait dengan Pasal 6. Bunyi dari Pasal 5 adalah "Ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait."

Kementerian Sekretariat Negara menyatakan bahwa tidak ada unsur kesengajaan terkait kekeliruan dalam UU Cipta Kerja.

“Terhadap pejabat yang bertanggung jawab dalam proses penyiapan draf RUU sebelum diajukan kepada Presiden, Kemensetneg juga telah menjatuhkan sanksi disiplin,” kata Asisten Deputi Hubungan Masyarakat Kemensetneg Eddy Cahyono Sugiarto dalam keterangan resmi, Rabu (4/10/2020).

Dia melanjutkan bahwa kekeliruan pada UU 11/2020 tentang Cipta Kerja yang telah ditandatangani oleh Presiden Jokowi pada dasarnya tidak mengubah substansi dan lebih bersifat teknis administratif semata.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper