Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PKS Desak Presiden Terbitkan Perppu, Bukan Revisi UU Cipta Kerja

Revisi UU membuat proses kembali dari nol dan membutuhkan waktu yang tidak sebentar, sementara saat ini dinilai ada situasi genting yang memaksa untuk terbitnya Perppu.
Presiden Joko Widodo saat memberikan keterangan resmi tentang UU Omnibus Law Cipta Kerja, Jumat (9/11/2020), di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat./BPMI Setpres
Presiden Joko Widodo saat memberikan keterangan resmi tentang UU Omnibus Law Cipta Kerja, Jumat (9/11/2020), di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat./BPMI Setpres

Bisnis.com, JAKARTA - Undang-Undang (UU) 11/2020 tentang Cipta Kerja masih menjadi polemik dan sedang dalam proses uji materi di Mahkamah Konstitusi.

Ada dua opsi yang bisa dilakukan, yaitu revisi UU atau menerbitkan peraturan pemerintah pengganti UU (perppu).

Anggota Panitia Kerja Rancangan UU Omnibus Law Cipta Kerja Anis Byarwati mengatakan bahwa fraksinya yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tidak memilih opsi pertama, yakni revisi.

Anis menjelaskan, tidak berbeda dengan proses pembuatan undang-undang, revisi UU Cipta Kerja harus melalui 5 tahapan pembuatan UU. Semuanya adalah perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan dan pengundangan.

Hal itu berarti Pemerintah dan DPR harus berkomunikasi tentang siapa yang menginisiasi revisi UU dengan mengajukan poin-poin yang ingin diubah. Jika diterima DPR, UU Cipta Kerja akan kembali dibahas dalam rapat-rapat di DPR.

“Prosesnya seperti mulai dari awal lagi,” kata Anis melalui keterangan pers, Rabu (4/11/2020).

Karena itu, lanjut Anis, sikap politik PKS setelah regulasi tersebut diundangkan adalah mendesak Presiden Joko Widodo untuk menerbitkan Perppu.

Menurut Anis hal ini sangat mendesak karena telah terjadi situasi kegentingan yang memaksa seperti yang disebutkan dalam kriteria putusan MK 138/PUU-VII/2009.

Situasi kegentingan yang memaksa adalah pertama adanya kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang.

Lalu, UU yang dibutuhkan tersebut belum ada sehingga terjadi kekosongan hukum, atau ada undang-undang tetapi tidak memadai.

Ketiga yaitu kekosongan hukum itu tidak dapat diatasi dengan cara membuat UU secara prosedur biasa karena memerlukan waktu cukup lama. Sementara keadaan yang mendesak tersebut perlu kepastian untuk diselesaikan.

Jika melihat tiga kriteria tersebut, syarat perppu sudah terpenuhi. Ditambah lagi, UU Cipta Kerja sudah diundangkan dan memiliki nomor registrasi di Lembaran Negara RI (LNRI) tahun 2020 dengan nomor 245.

“Maka tidak ada yang menghalangi kewenangan Presiden untuk menerbitkan perppu saat ini,” jelas Anis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Saeno
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper