Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Obama Desak Rusia Setop Serangan Udara di Suriah

Presiden Amerika Serikat Barack Obama, Minggu (14/2/2016), mendesak Rusia untuk menghentikan serangan udara terhadap kelompok gerilyawan moderat Suriah--sebuah aksi yang dinilai negara-negara Barat sebagai hambatan utama penyelesaian perang saudara di negara tersebut.
Presiden AS Barack Obama mendesak Rusia setop serangan udara di Suriah./Reuters
Presiden AS Barack Obama mendesak Rusia setop serangan udara di Suriah./Reuters

Bisnis.com, RANCHO MIRAGE, California - Presiden Amerika Serikat Barack Obama, Minggu (14/2/2016), mendesak Rusia untuk menghentikan serangan udara terhadap kelompok gerilyawan "moderat" Suriah--sebuah aksi yang dinilai negara-negara Barat sebagai hambatan utama penyelesaian perang saudara di negara tersebut.

Sebelumnya pada Jumat, negara-negara besar sepakat untuk membatasi serangan di Suriah. Namun kesepakatan tersebut baru berlaku pada akhir pekan ini dan tidak ditandatangani oleh pihak-pihak yang terlibat perang secara langsung--yaitu pemerintahan di Damaskus dan kelompok-kelompok gerilyawan.

Serangan udara oleh Rusia yang menarget sejumlah kelompok gerilyawan berpotensi berhasil membantu pasukan pemerintah memperoleh kemenangan terbesar dalam pertempuran di Aleppo, kota terbesar di Suriah dan pusat perdagangan sebelum konflik bermula.

Sejumlah pihak meragukan kesepakatan yang diraih negara-negara besar di Munich tersebut dapat membantu menyelesaikan perang saudara yang telah berlangsung selama lima tahun dan telah memakan sekitar 250.000 nyawa.

Pihak Kremlin mengatakan bahwa Presiden Vladimir Putin dan Obama telah berunding melalui telepon dan sepakat untuk secara intensif mengimplementasikan kesepakatan Munich.

Meski demikian, Kremlin menegaskan bahwa Rusia tetap berkomitmen memerangi kelompok ISIS dan "organsiasi-organisasi teroris lain". Penegasan ini merupakan indikasi bahwa Moskow akan tetap menarget kelompok-kelompok di bagian barat Suriah di mana Al Qaeda berperang bersama organisasi yang dinilai moderat oleh Barat.

Rusia juga menyatakan bahwa "pembatasan" dalam kesepakatan Munich tidak berlaku untuk serangan udara.

Rusia mengaku bahwa target mereka adalah ISIS dan Al Nusra yang berafiliasi dengan Al Qarda. Namun di sisi lain, negara-negara Barat menuding Moskow justru menyasar kelompok lain yang moderat.

Dari sisi Amerika Serikat, pihak Gedung Putih mengungkapkan penegasan Obama terhadap Putin mengenai perlunya pembatasan serangan udara dan kebutuhan mendesak terkait bantuan kemanusiaan.

"Secara khusus, Presiden Obama menekankan pentingnya peran konstruktif Rusia untuk menahan diri dalam menyerang kelompok-kelompok moderat di Suriah," demikian pernyataan resmi Gedung Putih.

Kekhawatiran Obama mengenai bantuan kemanusiaan yang mendesak tersebut dikonfirmasi oleh sejumlah relawan yang menyatakan bahwa distribusi bantuan terancam oleh eskalasi peperangan terbaru.

"Kami harus bertanya kembali, kenapa harus menunggu satu pekan untuk menahan diri dari kekerasan yang mendesak ini," kata direktur program Mercy Corps untuk Suriah Utara, Dalia al-Awqati.

Situasi di Suriah semakin rumit oleh keterlibatan petempur yang didukung Kurdi di wilayah utara Aleppo yang dekat dengan perbatasan Turki. Situasi itu kemudian memicu respon militer dari Ankara yang mengirim serangan artileri.

Milisi YPG Kurdi, dengan bantuan udara dari Turki, berhasil merebut eks-pangkalan udara di Menagh pada pekan lalu yang kemudian memicu reaksi keras dari Turki. Menurut negara itu, YPG adalah kepanjangan tangan dari PKK, kelompok gerilyawan Kurdi yang memberontak terhadap Ankara.

Turki kemudian mulai menyerang YPG dengan artileri sambil menuntut mereka untuk mundur dari sejumlah wilayah yang mereka rebut dari kelompok gerilyawan lain, termasuk di antaranya adalah pangkalan udara Menagh.

Serangan Turki menewaskan setidaknya dua anggota YPG, demikian menurut lembaga pemantau Syrian Observatory for Human Rights.

Prancis meminta Turki menghentikan serangan. Namun Ankara menegaskan akan tetap membalas serangan milisi Kurdi di Suriah.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Martin Sihombing
Sumber : REUTERS/ANTARA
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper