Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Nasional Anti-Kekerasan Terhadap Perempuan atau Komnas Perempuan meminta seluruh pihak mengawasi proses pembahasan RUU Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar Negeri (PPILN), dan RUU KUHP yang akan menjadi payung hukum untuk perlindungan hak asasi manusia.
Masruchah, Komisioner Komnas Perempuan, mengatakan RUU PPILN harus mengenali berbagai kerentanan yang dialami pekerja migran, seperti kekerasan seksual dan hukuman mati. Pasalnya, selama ini sebagian besar kekerasan seksual dan hukuman mati banyak dialami pekerja migran perempuan.
“RUU PPILN akan menjadi payung hukum yang melindungi hak pekerja migran, termasuk pekerja migran perempuan. Makanya, RUU itu harus mengenali berbagai persoalan yang dialami pekerja di luar negeri,” katanya di Jakarta, Rabu (3/2/2016).
Masruchah menuturkan RUU KUHP juga harus terus diawasi, karena masih memuat sejumlah persoalan. Dia mencontohkan persoalan perkosaan yang masih ditempatkan sebagai kejahatan terhadap kesusilaan, bahkan kejahatan terhadap fisik.
Menurutnya, RUU KUHP juga masih memuat hukuman mati dan menetapkan zina sebagai delik biasa, bukan lagi sebagai delik aduan.
Dia menyebutkan pemerintah dan DPR harus memanfaatkan program legislasi nasioal atau Prolegnas 2016 untuk membahas RUU yang memberikan perlindungan terhadap perempuan dan kelompok rentan lainnya.
“DPR harus meningkatkan fungsi legislasinya, sehingga RUU yang masuk ke dalam Prolegnas 2016 dapat diselesaikan, dan menhghasilkan produk hukum yang memadai untuk perlindungan hak asasi manusia,” ujarnya.
Masruchah juga mengatakan belum optimalnya fungsi legislasi DPR berdampak pada mengecilnya peluang pembahasan beberapa RUU yang terkait langsung dengan perlindungan pekerja, seperti RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.
Meski demikian, Komnas Perempuan mengapresiasi masuknya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dalam Prolegnas 2015-2019. Hal tersebut menunjukkan komitmen negara dalam memberikan perlindungan kepada korban kekerasan seksual.