Bisnis.com, PADANG - Pemerintah daerah diminta mengaktifkan pos nagari dan meningkatkan peran petugas penyuluh pertanian hama terpadu (HPH) guna mendorong petani mengubah pola pertanian untuk mengatasi ancaman gagal panen akibat perubahan iklim yang tidak menentu.
Arismiyanto, Anggota Dewan Pertimbangan Organisasi Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Sumatra Barat menyebutkan ancaman perubahan iklim dalam beberapa tahun terakhir amat mengganggu sektor pertanian.
“Tahun lalu, pada prinsipnya untuk Sumbar sudah terjadi gagal panen, akibat hama wereng cokelat. Sekarang ancamannya lebih besar, karena cuaca yang tidak menentu,” ujarnya kepada Bisnis.com, Selasa (26/1/2016).
Dia menyarankan pemda meningkatkan sosialisasi kepada petani untuk menggunakan benih yang lebih tahan terhadap serangan hama wereng, serta menjamin ketersediaan jaringan irigasi menghadapi musim kemarau.
Selain itu, juga mengaktifkan pos nagari yang menjadi posko penanganan pertanian yang ada di tiap nagari/desa, serta meningkatkan peran penyuluh kepada masyarakat petani.
Menurutnya, berdasarkan penelitian timnya di beberapa daerah tahun lalu, sejumlah varietas benih mudah diserang hama wereng cokelat, seperti varietas Cisokan dan varietas Anak Daro. Namun, benih PB 64 dan Batang Piaman justru tahan terhadap hama tersebut.
“Kami tanam di satu lokasi, ternyata PB 64 dan Batang Piaman justru tidak diganggu hama wereng. Memang berasnya tidak sebagus Anak Daro, tetapi di saat begini perlu dikembangkan varietas itu,” ujarnya.
Dia menyebutkan potensi gagal panen sepanjang tahun ini bakal lebih besar mengingat ancaman La Nina atau banjir berkepanjangan dan El Nino di akhir tahun bisa menyebabkan produksi padi berkurang.
Namun, budaya masyarakat Sumbar yang tidak mengenal musim tanam dan musim panen menurutnya sedikit membantu, karena tidak ada periode produksi yang terputus.
“Untungnya di Sumbar, tidak ada musim tanam dan musim panen, sehingga cara ini lebih menguntungkan karena potensi kekurangan pasokan beras bisa dihindari,” katanya.
Menurutnya, pola itu terjadi karena mayoritas lahan adalah milik petani yang menanam padi dengan cara silang. Artinya, ada pembagian lahan yang ditanam secara berkelanjutan, sehingga setiap bulannya selalu ada tanam dan ada panen.
Adapun, produksi padi daerah itu berkisar 2,5 juta ton per tahun dengan surplus berkisar 800.000 ton dari kebutuhan masyarakat. Beras asal Sumbar juga dibawa untuk memenuhi kebutuhan provinsi Riau, Jambi, dan Kepulauan Riau.
Sebelumnya pemda setempat mengajukan perbaikan 127.000 hektare jaringan irigasi untuk mengejar target produksi padi 3 juta ton per tahun.