Bisnis.com, PARIS--Perkembangan konferensi perubahan iklim Conference of Parties (COP) ke 21 masih sangat lambat, meski sudah masuk dalam level pertemuan tingkat menteri.
Persoalan yang menjadi penghambat utama tetap sama yakni pada pendanaan, capacity building, dan transfer teknologi. Negara berkembang bersikukuh tiga hal itu harus disediakan oleh negara maju.
"Negosiasi sangat lambat tapi masih berjalan. Kami semua setuju untuk tujuan jangka panjang," kata Nur Masripatin, Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, di Paris, Senin (7/12/2015).
Dalam masalah pendanaan, kata Nur, negara maju minta negara berkembang yang ekonominya sudah mulai maju untuk ikut membantu. Namun, beberapa kelompok negara masih keras pada pilihan agar negara majulah yang bertanggungjawab, karena mereka juga emiter terbesar.
Utusan Khusus Presiden bidang Pengendalian Perubahan Iklim Rachmat Witoelar mengatakan Indonesia masih pada jalur yang tepat agar konferensi yang diadakan oleh Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) mencapai kesepakatan
"Saya baru saja menghadiri pertemuan dengan [Presiden COP21] Laurent Fabius, dan [Sekretaris Eksekutif UNFCCC] christiana figueres, yang optimistis dengan pertemuan Paris ini. Kami Indonesia juga sejalan, dan sejauh ini pada jalur yang benar," katanya.
Rachmat menyatakan saat ini semua upaya dilakukan agar COP21 menghasilkan kesepakatan seperti yang diharapkan semua pihak.
Pada dasarnya, pertemuan di Paris untuk menetapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk memerangi perubahan iklim dengan target kenaikan suhu bumi tidak lebih dari 2 derajat Celcius pada akhir abad ini.