Kabar24.com, JAKARTA -- Guru merupakan pahlawan yang menjadi agen untuk mencerdaskan bangsa. Sayangnya, di Hari Guru Nasional (HGN) tahun ini masih banyak guru-guru yang masih perlu perhatian pemerintah, khususnya terkait tunjangan dan kesejahteraannya.
Sosiolog Imam B Prasodjo berpendapat, pemerintah harus memenuhi gaji guru, khususnya guru tidak tetap (GTT) atau honorer, sebelum menuntut kompetensi dengan skala tinggi. Pasalnya, hingga kini dia masih banyak menemukan GTT dengan gaji minim.
"Sebelum menuntut kompetensi, penuhi dulu gaji guru. Gaji GTT hanya Rp300 ribu per bulan," ucapnya saat ditemui di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Jakarta, Kamis (26/11/2015).
Imam menambahkan, selama ini pemerintah sibuk mendorong untuk meningkatkan kompetensi guru. Sementara infrastruktur mulai dari gaji, kelas yang reyot, minimnya alat peraga pendidikan, dan kurangnya buku lambat diperbaiki.
"Akibatnya, ketika pemerintah mengadakan uji kompetensi guru (UKG) ada beberapa guru yang menyontek. Penyebabnya yaitu antara infrastruktur pendukung dengan yang dituntut tidak imbang," terangnya.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI) tersebut menceritakan, gaji guru honorer, bahkan yang tidak di daerah terpencil, masih kecil. Tidak heran, banyak dari para guru itu melakukan pekerjaan lain guna memenuhi kebutuhan hidup.
"Di Purwakarta dan Badui saja ada guru yang digaji Rp200 ribu-Rp300 ribu. Mereka sudah bekerja sebagai guru tidak tetap selama sembilan tahun, tetapi pekerjaannya tetap, yakni mengajar. Coba di mana keadilannya, mereka kan juga butuh hidup," ujarnya.
Kondisi tersebut, tutur Imam, menjadikan semakin banyaknya hal yang kontradiktif dan semakin ekstrem. "Sama halnya ketika orangtua menuntut anaknya menjadi juara, tetapi meja belajar saja tidak punya, lampu kelap-kelip, tidak ada fasilitas. Lalu apa yang bisa diharapkan? Ujung-ujungnya anak jadi kreatif, seperti menyontek. Kurang lebih seperti itu," tandasnya.