Bisnis.com, JAKARTA – Tim hukum PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II menyebut pernyataan mantan Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri Budi Waseso dihadapan Panitia Angket Pelindo II DPR sebagai pembohongan publik.
Penasehat hukum Pelindo II Fredrich Yunadi mengatakan penyidik Polri telah melanggar kode etik karena melakukan penyitaan tanpa izin yang sah. Selain itu, hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bersifat final dan mengikat.
“Ada beberapa poin yang harus saya luruskan. Tidak bisa BPK melakukan audit atas audit BPK. Analoginya, apakah Hakim bisa memeriksa satu perkara dengan objek dan subjek yg sama, Budi Waseso tidak mengerti bahwa hasil audit BPK bersifat final dan mengikat, apa yang dijelaskan tadi malam jelas adalah suatu bentuk kekeliruan dan berpotensi menjadi suatu pembohongan terhadap publik," katanya melalui keterangan resmi, Kamis (22/10/2015).
Penyidik telah melanggar kode etik melakukan penyitaan tanpa izin yang sah karena tidak mengindahkan Undang-undang No. 1/2004 bahwa aset BUMN tidak boleh disita.
“Buwas lupa bahwa penyitaan yang gegabah tersebut, setelah saya protes tertulis, akhirnya semua alat bukti dikembalikan termasuk uang kas senilai Rp400 juta yang diambil secara tidak prosedural.”
Menurutnya, berdasarkan surat dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara No. W10.U4/597i/Hn.02/X/2015 yang dikeluarkan pada 2 Oktober 2015 menyatakan bahwa Pengadilan Negeri Jakarta Utara belum pernah menerima surat permohonan izin penyitaan terhadap Pelindo II.
Sebelumnya dalam keterangan di depan Panitia Angket, Budi Waseso mengatakan Kepolisian melakukan penggeledahan atas izin pengadilan pada 28 Agustus 2015 yang dilakukan di beberapa gedung dan ruangan PT Pelindo II.
Dia menambahkan BPK telah resmi menyatakan pengadaan 10 unit crane tidak ada kerugian negara.
"Apakah penyidik lebih mempunyai kapasitas dan lebih kompeten dalam melakukan audit dibandingkan dengan BPK? Menurut undang-undang, jelas dikatakan bahwa yang berhak melakukan audit adalah BPK, bukan Polri."