Kabar24.com, JAKARTA -- Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) menilai tindakan penonaktifan 243 perguruan tinggi swasta oleh Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi dapat dianggap semena-mena dan telah menimbulkan konsekuensi yang amat berat bagi perguruan tinggi swasta tersebut.
"Dampak dari penonaktifan itu sangat besar. Tidak hanya dihentikan berbagai layanan oleh Kemenristek Dikti namun memberikan stigma yang buruk pada masyarakat dan berimbas dari perguruan tinggi swasta yang bukan abal-abal," ujar Ketua Aptisi Edy Suandi Hamid dalam rapat pengurus pusat pleno (RPPP) Aptisi, Jakarta, Jumat (16/10/2015).
Seharusnya, kata Edy, Kemenristek Dikti melakukan tindakan tersebut secara hati-hati karena pada kenyataanya tidak semua perguruan tinggi swasta (PTS) melanggar aturan atau tidak memenuhi ketentuan menurut UU No.12 tahun 2012.
"Di antara PTS yang di nonaktifkan tersebut masih ada yang berstatus terakreditasi dan masih memenuhi UU No.12 tahun 2012. Tapi penetapan nonaktif yang telah dipublikasikan meninmbulkan dampak negatif terhadap PTS tersebut dan meresahkan mahasiswa," katanya.
Dikesempatan yang sama, Sekertaris Jenderal Aptisi, Suyanto mengatakan, seharusnya ada pembinaan terlebih dahulu sebelum dinonaktifkan. "PTS kalau bermasalah atau tidak memenuhi aturan harusnya dibina bukan dibinasakan," tandas Suyanto.
Untuk itu, Aptisi mendesakkan penundaan dan pengevaluasian kembali penetapan status nonaktif dan melakukan klarifikasi terhadap PTS yang bersangkutan.
"Kalau ditemukan di lapangan PTS tersebut tidak memenuhi syarat maka baru dilakukan penonaktifan dan kalau terbukti memenuhi syarat harus diaktifkan kembali dan dipulihkan nama kredibilitas PTS tersebut," tukas Edy.