Kabar24.com, JAKARTA -- Pengamat pertahanan dan intelijen Susaningtyas Kertopati menilai program bela negara yang digagas Kementerian Pertahanan tidaklah serupa dengan wajib militer.
"Tidak sama 100 %, tapi karakternya hampir sama yaitu membangun nasionalisme," katanya kepada Bisnis melalui pesan WhatsApp, Senin (12/10/2015).
Menurut dia ihwal pelatihan bela negara telah termuat dalam Undang-undang Dasar 1945.
Menurut Susaningtyas tak ada kaitan program bela negara ini untuk persiapan perang, apalagi perang tradisional yang mengutamakan fisik.
"Ini lebih ke arah pembangunan nasionalisme bagi generasi muda," katanya.
Hanya, tutur Susaningtyas, Kemenhan harus apik dalam mengelola program ini agar jangan sampai memberatkan anggaran negara dan pos lain dalam rencana strategis.
Selain itu, Kemenhan juga mesti transparan soal program.
"Negara-negara lain membutuhkan juga termasuk Indonesia, tapi itu renstra dan anggaran harus jelas," katanya.
Lebih jauh Susaningtyas menuturkan pelaksanaan fungsi pertahanan merupakan tanggungjawab seluruh komponen bangsa dan negara.
TNI, sambungnya, adalah komponen utama yang dibantu komponen cadangan dan pendukung.
"Komponen cadangan adalah warga negara, sumber daya alam, sumber daya buatan, serta sarana dan prasarana," katanya.
Dengan kondisi tersebut, warga negara sebagai bagian dari sistem pertahanan harus dibekali melalui wajib militer agar mampu meningkatkan nasionalisme dan patriotisme guna melindungi serta mempertahankan negara dari berbagai ancaman.
"Ancaman tersebut bersifat militer dan nonmiliter, bersifat internal maupun eksternal, fisik dan nonfisik serta berifat multidimensional, meliputi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya," katanya.
Menurut dia, komponen utama sistem pertahanan negara belum mampu melaksanakan fungsi pertahanan secara menyeluruh karena keterbatasan alutsista. Karena itu, komponen cadangan menjadi pendukung utama. Meski demikian, tidak mudah memposisikan komponen cadangan tersebut dalam situasi global.
"Ketersediaan sarana dan prasarana, regulasi serta sinergi kebijakan antara lembaga pengelola negara dibutuhkan dalam memadukan kekuatan komponen cadangan sebagai bagian dari sistem pertahanan negara," katanya.
Seperti diwartakan Menteri Pertahanan Riyamizard Ryacudu, Senin (12/10/2015), menyatakan pihaknya akan merealisasikan program bela negara untuk warga Indonesia. Rencananya, dalam sepuluh tahun ke depan sebanyak 100 juta warga siap menjadi kader bela negara.
Ryamizard mengungkapkan pembentukan kader bela negara untuk persiapan menghadapi ancaman militer dan nirmiliter.
Nantinya, seluruh warga wajib mengikuti program tersebut sesuai porsinya masing-masing.
Penyelenggaraan pembentukan kader pembina bela negara akan dilaksanakan pada 19 Oktober mendatang di 45 kabupaten dan kota secara serentak.