Kabar24.com, JAKARTA — Kemampuan menjalin harmonisasi dengan lembaga penegak hukum lain, seperti Polri dan Kejaksaan, akan menjadi titik berat uji kelayakan dan kepatutan yang dilakukan DPR terhadap calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Fahri Hamzah, Wakil Ketua DPR, mengatakan harmonisasi antara KPK dengan Polri dan Kejaksaan itu sangat penting mengingat tugas mereka yang hampir mirip.
“Saat ini, diskusi di tingkat pimpinan dan perwakilan fraksi dititikberatkan pada harmonisasi itu. Setelah itu, baru kami jadwalkan uji kelayakan dan kepatutannya. Segera,” katanya di Kompleks Gedung Parlemen, Selasa (30/9/2015).
Diskusi tersebut, jelas Fahri, bertujuan agar pimpinan KPK mendatang lebih mampu bekerjasama dengan penegak hukum lain agar pemberantasan korupsi di Tanah Air bisa berjalan masif.
“Saat ini muncul kesan antarlembaga penegak hukum justru saling memberantas. Itu trauma yang harus dihindari,” ujarnya.
Namun demikian, diskusi tersebut masih menuai pertentangan soal keharusan adanya jaksa yang berperan sebagai penuntut umum serta polisi yang berperan sebagai penyidik dalam struktur capim KPK.
Ada sebagian, termasuk Fahri, yang mengharuskan adanya unsur jaksa dan polisi.
Perbedaan pendapat muncul dari sejumlah kalangan, termasuk Ketua Komisi III Mulfahri Harahap yang juga menjabat sebagai Ketua Fraksi PAN.
Mulfachri berpendapat bahwa dalam UU No. 30/2002 tentang KPK tidak secara tegas bahwa capim tersebut tidak harus berasal mempunyai latar belakang jaksa dan polisi.
Menurutnya, dalam pasal 21 ayat 4 UU KPK, tidak mengharuskan ada jaksa dan polisi. Beleid tersebut hanya mengharuskan ada pimpinan yang berperan menjadi penuntut umum dan penyidik.
“Peran sebagai penyidik dan penuntut umum itu tidak harus diidentikkan dengan polisi dan jaksa. Makna UU itu sangat luas,” ujarnya.
Meski masih ada sejumlah perdebatan, para anggota Komisi III DPR sepakat meminta pimpinan segera menggelar sidang paripurna untuk membahas surat Presiden Joko Widodo yang berisi tentang pengajuan uji kelayakan dan kepatutan capim KPK.
Ruhut Sitompul, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrat mengatakan surat Presiden Jokowi itu harus segera diparipurnakan mengingat DPR akan segera memasuki masa reses pada 31 Oktober 2015.
Belum lagi, para pimpinan KPK yang saat ini dijabat oleh pelaksana tugas itu masa jabatannya habis pada pertengahan Desember 2015.
Model Ujian
Sejumlah fraksi di Komisi III sudah menyiapkan berbagai bentuk ujian untuk delapan capim lembaga pemberantas dan pencegah korupsi tersebut.
“Kami akan minta calon pimpinan untuk membuat makalah dan kami akan memilih empat dari delapan capim KPK,” ujar Ruhut.
Empat dari delapan calon tersebut akan melengkapi dua calon pimpinan lain, yakni Busyro Muqoddas dan Robby Arya Brata, yang sudah lebih dulu menjalani uji kelayakan dan kepatutan di DPR.
Saat ujian nanti, paparnya, DPR juga akan menentukan preferensi sesuai dengan UU KPK.
Anggota Komisi III lainnya, Masinton Pasaribu dari Fraksi PDIP mengatakan pihaknya akan memilih empat capim KPK dengan mengacu pada nilai tertinggi.
Sesuai dengan daftar capim KPK yang akan menjalani uji kelayakan dan kepatutan di DPR, pada bidang Pencegahan terpilih Saut Situmorang, Staf Ahli Kepala BIN dan Surya Tjandra, Dosen Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya.
Pada Bidang Penindakan ada Alexander Marwata, hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta dan Basaria Panjaitan, Sespimti Polri.
Pada bidang Manajemen ada Agus Rahardjo, mantan Kepala LKPP dan Sujanarko, Direktur Pembinaan Kerjasama Antar Komisi dan Instansi KPK.
Adapun bidang Supervisi dipilih Johan Budi Sapto Prabowo, pelaksana tugas Pimpinan KPK dan Laode Muhamad Syarif, Dosen Fakultas Hukum Universitas Hassanudin.