Kabar24.com, SURABAY - Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan Bidang Reproduksi Unair, Prof Dr drh Laba Mahaputra MSc, yang ditemukan meninggal di FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Jumat (25/9/2015) sempat menimbulkan dugaan miring bahwa yang bersangkutan melakukan aksi bunuh diri.
Terkait dugaan tersebut, pihak Universitas Airlangga (Unair) Surabaya menegaskan bahwa kematian Laba Mahaputra adalah akibat infeksi larva "Strongilus" (cacing yang hidup di kuda dan menyebabkan zoonosis).
"Tapi, kapan waktu larva itu menginfeksi tubuh almarhum juga tidak bisa diketahui. Yang jelas, cacing kuda itu bisa bermetastasis hingga ke otak yang menyebabkan sakit," kata kolega dekat almarhum dan pengajar FKH Unair, Prof Dr drh Imam Mustofa M.Kes di Surabaya, Jumat (25/9/2015).
Ia mengemukakan hal itu menanggapi kondisi almarhum yang ditemukan meninggal dunia di FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya pada Kamis (24/9) malam, lalu jenazah almarhum dibawa ke Rumah Sakit Dr. Soetomo untuk di-autopsi.
Pada Jumat (25/9) pagi, jenazah dibawa menggunakan ambulans untuk disemayamkan di FKH Unair guna mendapat penghormatan terakhir dari pimpinan FKH, perwakilan Rektor Unair, mahasiswa, serta kerabat keluarga.
Setelah masing-masing perwakilan memberikan prakata yang menjelaskan kesan yang bersangkutan bersama almarhum, sivitas akademika yang hadir pun melaksanakan Shalat Jenazah dan doa bersama menjelang pelepasan ke Tempat Pemakaman Umum (TPU) Keputih, Surabaya.
"Almarhum dikenal sebagai seorang pekerja keras. Semasa hidupnya, ia mengabdikan diri sepenuhnya kepada bidang akademik dan pengabdian masyarakat. Sejak tahun 1978, almarhum meniti karir dengan menjadi dosen di FKH hingga pada tahun 2001 dilantik menjadi Guru Besar Bidang Reproduksi FKH Unair," kata Imam Mustofa.
Buktinya, katanya, di ruangan kantor departemen almarhum terdapat mini laboratorium. Dalam mini lab itu terdapat berbagai alat eksperimen sederhana, boneka sapi, hingga patung kuda kecil.
"Di tempat itulah, mahasiswa bimbingan almarhum melakukan ujian sebelum menjadi dokter hewan. Kalau menguji di sini. Ini ada boneka anak sapi untuk memperagakan kesulitan kelahiran. Itu memang keahlian beliau," katanya.
Selain itu, almarhum juga aktif dalam seminar-seminar nasional. Almarhum juga aktif di Persatuan Olahraga Berkuda Seluruh Indonesia (Pordasi) dan aktif sebagai dokter hewan kuda di sana sejak 1991. "Almarhum adalah seorang yang aktif bekerja (workaholic)," katanya.
Tidak hanya itu, almarhum juga aktif di peternakan kuda di Kenjeran-Surabaya dan Trawas-Mojokerto.
Sebagai seorang akademisi, almarhum aktif dalam melakukan penelitian di bidang reproduksi sapi, meski almarhum merupakan dokter hewan kuda.
Oleh karena itu, ia menilai berita miring tentang kematian almarhum akibat bunuh diri itu tak masuk akal, karena almarhum adalah seorang akademisi, guru besar, dan ilmuwan yang sangat profesional. Selain itu, kegiatan almarhum sangat banyak.
"Biasanya kan orang yang memiliki kecenderungan bunuh diri itu orang yang tertekan dan pelamun. Ini beliau masih sangat aktif, termasuk membimbing mahasiswa. Beliau juga merupakan pribadi yang religius. Sudah umrah dan haji. Kegiatan ibadah sehari-hari juga bagus," katanya.
Senada dengan itu, kolega lain, Dr drh A.T. Soelih Estoepangestie, menyatakan larva cacing itu kecil sekali dan hanya bisa dilihat dengan mikroskop, sehingga cacing itu bisa menembus ke kulit.
"Nah, kalau sudah begitu, karena saking kecilnya, cacing itu bisa ikutan ke darah dan jaringan. Kalau jadi dewasa, cacing itu bisa mengeluarkan larva lagi. Itu tidak bisa diketahui sebelum ada gejala," katanya.
Namun, jika penderita sudah ada gejala terkena cacing itu, maka hal itu berarti kerusakannya sudah masif. "Kalau masih di darah, itu masih bisa diobati. Tapi kalau sudah sembunyi di jaringan, obatnya sudah susah untuk memecah larva," ujarnya.