Kabar24.com, JAKARTA-- Sedikitnya 5.242 pendukung petisi menyatakan sokongannya agar Mahkamah Kehormatan DPRI (MKD) mencopot jabatan Ketua DPR Setya Novanto dan Wakil Ketua DPR Fadli Zon.
SIMAK: 8 Objek Wisata di Bangkok Patut Dikunjungi
Petisi di situs Change.org itu terkait kunjungan kedua pimpinan DPR itu ke acara temu media bakal calon Presiden Amerika Serikat Donald Trump pekan lalu. Dalam pemberitaan televisi, Trump menyalami Setya Novanto setelah mengenalkan politisi asal Golkar tersebut dalam jumpa persnya.
SIMAK: Miliarder Ini Mau Beli Pulau untuk Pengungsi
"Kehadiran dan pernyataan keduanya dalam acara salah seorang calon Presiden AS Donald Trump telah melanggar prinsip bebas aktif," demikian petisi tersebut, Rabu (9/9/2015).
BACA JUGA: LRT JABODETABEK: Jokowi, Rencana Pembangunan Sejak Masih Gubernur
Eric Willianto, seorang pendukung petisi, mengatakan bahwa uang rakyat sepertinya selalu disalahgunakan. Akhlis Wiranata, penyokong lainnya, menuturkan Indonesia jika ingin mendukung kampanye negara lain, maka harus menggunakan uang pribadi dan menanggalkan jabatannya sebagai wakil rakyat.
BACA JUGA: ‘Bakpia Day’: Ada Bakpia Gunung Seberat 400 Kg
Petisi itu digagas oleh Setiawan Abadi yang beralamat di Tangerang. Dalam lamannya, diperlukan sekitar 2.258 pendukung lagi untuk mencapai total dukungan 7.500 penyokong.
SIMAK: Proyek Listrik 35 Ribu MW, Menko Rizal Minta Realistis
Andi Irmanputra Sidin, praktisi Hukum Tata Negara, sebelumnya mengatakan MKD menjadi lembaga yang dapat memverifikasi apakah kehadiran kedua Setya Novanto dan Fadli Zon itu pantas atau tidak pantas. Dia menuturkan, MKD berfungsi sebagai lembaga penegak kehormatan martabat rakyat.
BACA JUGA:Budak Seks Bunuh Komandan ISIS
"Jikalau MKD menyimpulkan bahwa terjadi pelanggaran maka pimpinan DPR bisa ditegur bahkan diberhentikan langsung dari jabatannya," kata Irman.
Ditambahkan, pelaporan pimpinan DPR oleh anggota DPR lainnya merupakan langkah konstitusional karena terkait dengan kepastian hukum. Walaupun demikian, Irman menuturkan, MKD juga dapat merehabilitasi kedua nama pimpinan tersebut jika tak ditemukan bukti pelanggaran dalam kasus jumpa pers Trump tesebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel