Kabar24.com, JAKARTA-- Sejumlah fraksi menggulirkan rencana perombakan pimpinan DPR.
Desakan itu dilatari oleh tindakan pimpinan DPR, Setya Novanto dan Fadli Zon yang menghadiri acara sumpah setia kandidat Presiden Amerika Serikat dari Partai Republik, Donald Trump.
“Ini pelanggaran berat karena melanggar konstitusi. Mereka layak dirombak,” ujar Sekretaris Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat, Dadang Rusdiana, Minggu (6/9/2015).
Reaksi para politikus Senayan itu dipicu oleh kehadiran pimpinan dan sejumlah anggota DPR di gedung Trump Tower, New York, pada Kamis pekan lalu.
Usai menyampaikan sumpah setia, Trump memperkenalkan Ketua DPR Setya Novanto di hadapan ratusan pendukungnya. Setya yang berdiri di sisi kanan Trump menyatakan orang Indonesia menyukai pendiri lisensi Miss Universe itu.
Dadang juga menyesalkan kehadiran pimpinan DPR di luar jadwal yang telah diagendakan. Begitu pun dengan alasan yang disampaikan juru bicara pimpinan DPR, Nurul Arifin, bahwa kunjungan itu bertujuan memperkuat iklim investasi di Tanah Air.
Menurut dia, agenda itu tak sejalan dengan tugas pokok dan fungsi DPR, yakni legislasi, anggaran dan pengawasan.
“Serahkan saja sama Badan Koordinasi Penanaman Modal,” ujarnya.
Sekretaris Fraksi NasDem, Syarief Abdullah Al Kadire, menganggap kejadian itu merupakan bukti ketidakcakapan pimpinan DPR dalam menjaga nama baik institusi.
“Trump ini bukan presiden atau ketua senator. Kehadiran dan pernyataan itu menempatkan dukungan Indonesia pada kelompok tertentu,” katanya.
NasDem juga mendukung usulan perombakan pimpinan. Menurut dia, paket pimpinan yang ada saat ini bisa saja dikocok ulang jika mayoritas anggota bersepakat.
Mekanisme itu berbeda dengan aturan main yang tercantum dalam UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang mendisain paket pimpinan berdasarkan proporsi fraksi dari lima suara terbanyak.
Sekretaris Fraksi Golkar, Bambang Soesatyo, mengakui ada pelanggaran etika dalam kunjungan tersebut.
“Kami tak bisa menghalangi jika ada anggota yang melaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan,” katanya.
Tapi, kata dia, untuk mengganti pimpinan harus merevisi UU MD3.