Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PENGEMBANGAN KOMPLEKS PARLEMEN: Selain 7 Proyek Gedung, Apa Lagi Usulan Tim Reformasi DPR?

Pembangunan tujuh gedung di Kompleks Parlemen yang pernah ditolak Presiden SBY karena banyak ditentang publik, kini menjadi perbincangan setelah Tim Implementasi Reformasi DPR mengajukan kembali rencana tersebut di era Presiden Joko Widodo.
Gedung DPR/Bisnis.com
Gedung DPR/Bisnis.com

Kabar24.com, JAKARTA — Pembangunan tujuh gedung di Kompleks Parlemen yang pernah ditolak Presiden SBY karena banyak ditentang publik, kini menjadi perbincangan setelah Tim Implementasi Reformasi DPR mengajukan kembali rencana tersebut di era Presiden Joko Widodo.

Ketua DPR Setya Novanto sudah secara terang memaparkan keinginan tim untuk segera merealisasi proyek pembangunan Kompleks Parlemen, Senayan, kepada pemerintah sebagai kuasa pengguna anggaran.

Bahkan Setnov, sapaan akrab Setya, menegaskan kembali keinginan itu kepada Presiden Jokowi sebelum penyampaian pidato kenegaraan terkait dengan RAPBN 2016 di Gedung Nusantara I pada Jumat, 14 Agustus 2015.

Secara detil, Setnov berkali-kali memaparkan renovasi tersebut berupa pembangunan tujuh gedung di kompleks parlemen. Seperti diketahui, DPR punya niat besar untuk membangun tujuh infrastruktur penunjang kompleks tersebut.

Alun-alun DPR akan menjadi sarana dan prasarana pertama yang akan dibangun. Nantinya, Taman Rusa, lapangan futsal, dan halaman parkir akan disulap menjadi alun-alun DPR yang mampu menambah ruang terbuka di Jakarta.

Agar gedung terlihat lebih cantik, ruang terbuka itu akan diintegrasikan dengan danau buatan disekitarnya. Tepatnya, alun-alun itu akan dibangun pada luasan 20 hekatre di sebelah kiri halaman Kompleks Parlemen.

Alun-alun itu diharapkan juga bisa dipakai untuk mewadahi aksi publik, antara lain saat menggelar demonstrasi.

Selain alun-alun, DPR juga berencana membangun museum dan perpustakaan, menyediakan akses tambahan untuk publik, membangun visitor center, membangun pusat kajian, serta menambah ruangan anggota DPR dan tenaga ahli.

Rencana renovasi itu diakui sudah mendapat respons positif dari seluruh anggota dewan. Bahkan Roem Kono, Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR, mengaku sudah mendapat persetujuan resmi yang disampaikan melalui pandangan 10 fraksi.

Namun keinginan untuk merealisaisi tujuh proyek yang diinisiasi tim reformasi itu sontak memicu perbincangan publik. Mayoritas publik memberikan nada negatif atas kelakuan DPR yang terkesan memaksakan tujuh proyek gedung itu.

Ada yang menuding tim reformasi DPR punya janji-janji dengan perusahaan pengembang properti untuk segera merealisasikan pembangunan gedung itu.

Tak lain, dengan dalih agar pengembang dapat proyek di tengah lesunya perekonomian nasional.

Tak berhenti sampai di situ. Publik juga menganggap tim implementasi reformasi DPR benar-benar gagal melihat akar permasalahan.

Tim itu dianggap belum mampu melihat minimnya keinginan dari anggota dewan untuk membenahi secara serius regulasi yang bisa mendukung tata kelola keparlemenan yang mendorong efektifitas dan efisiensi kerja anggota dewan.

Tudingan itu didasarkan pada fakta tidak adanya relevansi antara tugas tim reformasi DPR dengan pembangunan tujuh proyek yang diprediksi sesuai prediksi bakal menelan biaya sekitar Rp1,6 triliun itu.

Seharusnya, tim tersebut mencari jalan agar parlemen modern yang kuat dan berwibawa bisa segera terwujud. Bukan malah mengarahkan ide reformasi DPR kepada proyek pembangunan gedung yang dianggap sebagai penguat citra parlemen.

Tak ayal, tujuh proyek yang menjadi ikon DPR pun dianggap menyesatkan. Tim reformasi DPR dianggap masih terperangkap pada pola pikir yang mementingkan penampilan fisik ketimbang kerja sesungguhnya.

Padahal, sejak dilantik pada Rabu, 10 Oktober 2014, DPR belum mampu menunjukkan kinerja yang bisa dibanggakan.

Selain target program legislasi nasional yang berisi 37 rancangan undang-undang tidak tercapai, produk UU No. 8/2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota pun juga banyak menuai polemik karena lupa mengatur mekanisme penyelenggaraan pilkada dengan calon tunggal.

Atas tidak tercapainya target prolegnas itu, antarbadan di internal DPR pun saling menyalahkan UU yang mereka buat sendiri.

UU MD3 yang baru pun dikambinghitamkan.

Wakil Ketua Badan Legislasi DPR, Firman Subagyo menuding tidak tercapainya prolegnas itu lantaran baleg hanya berwenang melakukan harmonisasi UU dan menetapkan Prolegnas.

Apapun dalihnya, yang jelas, kali ini tim implementasi reformasi DPR kadung dianggap  tidak mampu memberikan solusi untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi kerja anggota dewan.

Padahal, publik sudah menunggu anggota dewan menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebagai wakil rakyat.

Sembari menunggu, bisa jadi publik pun bertanya: sebetulnya, selain menginisiasi tujuh proyek, apa sih usulan tim implementasi reformasi DPR?


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Saeno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper