Bisnis.com, JAKARTA—Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) pimpinan Oesman Sapta menghadirkan Holman Purba yang mengklaim dirinya sebagai pencipta logo HKTI di pengadilan.
Dalam persidangan melawan HKTI pimpinan Prabowo Subianto tersebut, Holman hadir sebagai saksi fakta dan mengaku bahwa dirinyalah yang membuat logo HKTI. Dia menyatakan logo tersebut telah dibuatnya pada 1999 dan menyerahkannya kepada pimpinan HKTI waktu itu, Siswono Yudo Husodo.
Holman menceritakan, pada tahun itu, HKTI sempat membuat sayembara logo. Namun, pengurus memutuskan tidak memakai hasil sayembara tersebut sebagai logo. Holman saat itu menjadi salah satu pengurus HKTI di departemen komunikasi dan informasi.
“Lalu timbul gagasan, saya ingin mendesain logo HKTI,” katanya di persidangan, Selasa (7/7/2015). Logo yang dibuatnya kemudian dipakai oleh HKTI. Namun belum dilakukan pendaftaran hak cipta ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Barulah pada Desember 2010, lanjutnya, Oesman Sapta meminta izinnya untuk mendaftarkan hak cipta logo tersebut. “Saya bilang silahkan, dengan senang hati,” ujarnya.
Sebagai gambaran, Siswono menjabat sebagai pimpinan HKTI sepanjang 1999-2004. Kepemimpinan Siswono kemudian digantikan oleh Prabowo Subianto sampai 2009. Kemudian, terjadi perpecahan pada musyawarah nasional untuk memilih pemimpin baru organisasi tersebut.
Saat ini, ada dua versi HKTI, kubu Oesman Sapta dan kubu Prabowo Subianto. Keduanya memakai logo yang sama. Holman menyatakan dia tidak pernah menyerahkan penggunaan logo kepada Prabowo.
Menanggapi kesaksian tersebut, kuasa hukum tergugat Abdillah mengatakan terdapat banyak kontradiksi dari keterangan saksi. “Saya melihat ada pemutarbalikan fakta,” ujarnya kepada Bisnis usai persidangan.
Menurut Abdillah, jika benar Holman Purba itu yang mendesain, maka seharusnya dia memahami bahwa ketika desain itu sudah diserahkan ke Siswono, maka itu sepenuhnya milik organisasi. Apalagi sudah ada SK yang menegaskan penggunaan logo.
Abdillah juga meragukan Holman adalah pembuat logo. Pasalnya, dalam SK HKTI No. 25/1999 itu dijelaskan bahwa logonya adalah hasil sayembara.
Dia menjelaskan perkara ini bermula saat logo HKTI didaftarkan ke Direktorat Merek saat kepemimpinan Oesman. Namun, anggota HKTI merasa keberatan karena dinilai tidak sesuai dengan sejarah terciptanya logo HKTI sendiri.
Pihak Oesman mengaku menerima hak cipta logo itu dari Siswono Yudho Husodo. Padahal, Siswono sudah tak aktif lagi berorganisasi di HKTI sejak 2011, sehingga majelis hakim dan para anggota HKTI menilai pengalihan logo tersebut tidak sah.
Abdillah menilai gugatan yang dilayangkan Oesman khususnya untuk perkara hak cipta memiliki sifat nebis in idem. Artinya, perkara yang diajukan memiliki kesamaan dengan perkara sebelumnya.
"Jika dilihat dari isi gugatan hingga kronologisnya sama dengan gugatan yang dilayangkan pada 2012 lalu," katanya. Sementara, terkait sengketa merek dinilai terdapat kesamaan posita dengan dalil gugatan dalam perkara hak cipta. Kedua gugatan tersebut seakan hanya mengulang perkara lama dengan objek yang berbeda yakni merek dan hak cipta.
Perkara yang terdaftar dengan No. 7/HKI/Merek/2015/PN JKT.PST tersebut telah diajukan ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat sejak 24 Februari 2015. Sidang akan dilanjutkan pada 14 Juli dengan tambahan saksi dari penggugat. Penggugat yang diwakili oleh kuasa hukum Salomo Pangaribuan juga menjadikan Direktorat Merek Kemenkumham sebagai tergugat II.