Kabar24.com, JAKARTA—Pemerintah Indonesia mengajukan banding dalam upaya membatalkan restrukturisasi utang milik PT Bakrie Telecom Tbk. yang dinyatakan telah selesai secara damai pada Desember 2014.
Adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang telah mengajukan banding ke Mahkamah Agung atas penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) emiten berkode BTEL tersebut. Melalui banding yang diajukan pada 5 Juni itu, pemerintah berupaya agar BTEL mengeluarkan utangnya kepada negara dari proses restrukturisasi.
Sebagai gambaran, proses PKPU BTEL telah dianggap selesai dengan lancar dan damai pada Desember tahun lalu. Majelis hakim yang dipimpin Jamaludin Samosir mengatakan berdasarkan laporan hakim pengawas dan laporan pengurus, mayoritas kreditur menerima proposal perdamaian yang diajukan BTEL.
Voting yang dihadiri 343 kreditur konkuren dan dua kreditur separatis itu dinilai telah emenuhi syarat oleh majelis hakim. Adapun jumlah kreditur seluruhnya adalah 412 kreditur dengan total tagihan senilai Rp9,68 triliun.
Melalui perjanjian perdamaian yang telah disahkan, BTEL menawarkan tenor pembayaran 66-84 bulan dengan bermacam skema. Dalam rencana restrukturisasi itu, 70% utang BTEL akan dikonversi menjadi saham. Adapun, saham BTEL akan diberi harga Rp 200 per saham. Sejak November 2012, saham BTEL bertengger di Rp 50.
Kuasa hukum PT Bakrie Telekom Tbk. (BTEL) GP Aji Wijaya mengatakan dengan pengesahan hasil voting proposal perdamaian tersebut, maka proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) secara resmi telah berakhir.
Akan tetapi, pemerintah ternyata tidak terima kalau ternyata utang BTEL kepada pemerintah pun dimasukkan dalam proses restrukturisasi. BTEL memiliki utang senilai Rp1,2 triliun kepada pemerintah melalui Kominfo. Utang itu berupa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), yakni berupa pungutan yang seharusnya dibayarkan perusahaan telekomunikasi tersebut kepada Kominfo.
Penasihat restrukturisasi utang BTEL Joel Hogarth menilai perusahaan miik Bakrie tersebut tidak perlu mengeluarkan utang kepada pemerintah dari restrukturisasi. “Tidak ada kewenangan hukum bagi mereka [Pemerintah Indonesia] untuk diperlakukan sebagai kreditur yang berbeda,” ujarnya, Jumat (3/7/2015).
Kalau pengajuan banding ini dikabulkan, maka investor asing memperoleh angin segar untuk memulihkan investasi mereka. Pasalnya, terdapat 5 hedge fund yang memegang sekitar 28% dari obligasi gagal bayar senilai US$380 juta.
Kala itu, mereka tidak diizinkan mengambil suara untuk restrukturisasi. Bahkan, wali amanat obligasi Dollar BTEL Bank of New York Mellon Corp pun dikeluarkan dari proses tersebut.[]