Bisnis.com, JAKARTA - DPR dapat menginisiasi pembahasan Undang-Undang khusus yang mengatur mengenai mekanisme penyadapan yang selama ini dilaksanakan secara berbeda di institusi penegak hukum.
Supriyadi W Eddyono, Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), mengatakan hingga kini memang belum ada aturan khusus yang mengatur mekanisme penyadapan dari hulu ke hilir.
Akibatnya, terjadi perbedaan mekanisme penyadapan yang dilakukan oleh Polri, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan Badan Narkotika Nasional.
“Seharusnya DPR dan pemerintah membuat aturan penyadapan dengan tujuan mengharmonisasi aturan, karena hingga kini sekitar 16 peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyadapan dengan standar yang berbeda,” katanya, Selasa (30/6/2015).
Supriyadi menuturkan pembentukan UU khusus yang mengatur penyadapan harus memperhatikan putusan Mahkamah Konstitusi No. 5/PUU-VII/2010.
Putusan tersebut mengamanatkan perlu adanya otoritas resmi yang ditunjuk dalam UU untuk memberikan izin penyadapan, dan jaminan jangka waktu yang pasti dalam melakukan penyadapan.
Kemudian pembatasan penanganan materi hasil penyadapan, serta pembatasan mengenai orang yang dapat mengakses penyadapan. Pengaturan penyadapan pun harus memenuhi unsur wewenang untuk melakukan, memerintahkan, maupun meminta penyadapan.
“Tujuan penyadapan juga harus secara spesifik, dan harus ada izin dari atasan atau izin hakim sebelum melakukan penyadapan,” ujarnya.
Supriyadi juga menyebutkan harus ada pengawasan terhadap proses penyadapan yang dilakukan. Proses penyadapan juga harus disertai dengan mekanisme komplain, apabila terjadi kerugian yang timbul dari pihak ketiga.
Sekadar diketahui, dalam Badan Legislatif DPR melaporkan revisi UU KPK menjadi menjadi program legislasi nasional 2015 dalam Sidang Paripurna lalu. Badan Legislatif mengklaim percepatan pembahasan revisi UU KPK dilakukan atas dorongan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang kemudian disetujui oleh seluruh fraksi.