Bisnis.com, PACITAN - Sebelum masyarakat di berbagai daerah di Indonesia ramai memperbincangkan akik, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur sudah lama dikenal sebagai penghasil batu untuk perhiasan itu.
Kabupaten yang memiliki garis pantai 71 kilometer dan kaya akan lokasi wisata yang unik dan menawan tersebut, juga dijuluki sebagai kota akik.
Kini, kabupaten itu menjadi salah satu jujukan pecinta akik dari berbagai daerah.
Pacitan juga menjadi pemasok akik, baik berupa bahan dasar maupun akik siap pakai ke berbagai daerah.
Bahkan, di jalur dari Kabupaten Ponorogo menuju Kota Pacitan kini banyak warga yang menjajakan batu bakalan akik di pinggir jalan.
Salah satu pedagang batu akik Pacitan Tri Widyatmoko yang membuka lapak di kawasan Pantai Teleng mengatakan mengirim batu bakalan tersebut sampai dua kwintal setiap empat bulan ke Sumatera, Kalimantan, Bangka Belitung. Karena masih batu bakalan, maka harganya tidak teralu mahal.
"Sementara untuk batu yang sudah jadi, biasanya saya menjual per biji, dengan harga bervariasi. Ada yang puluhan ribu, dan ratusan ribu rupiah. Ada juga yang sampai Rp2 juta per biji untuk jenis red baron," kata pedagang yang memulai usaha akik sejak 2010 ini.
Enggar Kemal Setya Pradana (27), perajin dan penjual akik, mengaku mampu membuat tiga kodi atau 60 biji batu akik per hari dalam berbagai ukuran dan jenis.
Akik itu dijual secara konvensional di Pacitan maupun ke luar daerah, serta secara "online", seperti ke Jakarta dan Sumatera.
Selain akik, ia juga memproduksi dan menjual batu untuk bros atau hiasan pakaian.
Ia mengatakan banyak mengirim batu untuk bros ke Pulau Bali. Dalam dua pekan biasa mengirim 1.000 biji batu untuk bahan bros ke Bali seharga Rp30 ribu per biji.
Namun, akhir-akhir ini pengiriman ia hentikan karena ketidakcocokan harga dengan pembeli di Bali. Padahal batu untuk bros produksinya dikirim ke luar negeri dari Bali.
Ia berharap batunya bisa dibeli Rp50 ribu per biji, namun pembeli dari Pulau Dewata masih keberatan. Ia menginginkan harga naik karena pasokan bahan dasar batu itu juga mulai berkurang dan berpengaruh pada harga.
Mengenai akik produksinya, Enggar menyediakan batu dari harga puluhan ribu hingga puluhan juta rupiah.
Batu mahal yang dijualnya adalah jenis red baron oranye yang bisa mencapai Rp3 juta, bahkan lebih. Bahkan ada juga batu bermotif tertentu yang harganya bisa mencapai puluhan juta rupiah.
"Saya barusan menjual batu motif pohon seharga Rp20 juta. Ada juga batu motif yang saya jual dalam bentuk mentah dengan harga lebih murah," kata lelaki alumni Jurusan Pendidikan Olahraga Universitas Negeri Yogyakarta yang kini membuka usaha bernama Oemah Watu di Desa Ngadirejo, Kecamatan Pringkuku, Pacitan, itu.
Ia mengatakan sejak booming batu akik di sejumlah daerah di Indonesia, harga batu akik kelas menengah ke bawah menjadi turun karena banyak perajin dan pedagang baru yang bermunculan. Contohnya batu yang dulu harganya Rp500 ribu kini menjadi hanya Rp300 ribu.
Sementara batu kelas menengah ke atas justru naik hingga dua kali lipat. Misalnya red baron biasa yang dulu hanya Rp750 ribu satu biji, kini menjadi Rp1,5 juta.
"Sekarang ini untuk jenis batu yang kelas atas sudah lebih sulit. Mungkin persediaan di alam mulai berkurang karena banyak yang nyari," kata perajin yang mempekerjakan lima karyawan ini.
Ia mengaku jika dulu sebelum marak penjualan akik omzetnya Rp15 juta hingga Rp20 juta dalam sebulan, kini bisa mencapai Rp40 juta hingga Rp50 juta.
Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga (Disbudparpora) Kabupaten Pacitan Wasi Prayitno mengatakan kekayaan batu akik asal daerahnya menjadi salah satu daya tarik wisata, selain pantai dan gua.
"Bahkan akik sempat menjadi slogan Kabupaten Pacitan yang merupakan kepanjangan dari aktif, kreatif, inovatif dan komunikatif (akik)," kata pejabat yang mengaku juga penggemar batu akik itu.
Sementara Kepala Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Pacitan Supomo mengakui bahwa batu akik telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi di daerahnya.
"Saat ini di Pacitan ada 1.200 lebih perajin. Kalau sehari laku satu akik saja dengan harga murah, yakni rata-rata Rp250 ribu, maka sehari bisa menghasilkan Rp300 juta. Kalau sebulan tinggal kali 30 saja," katanya ketika dikonfirmasi Antara.
Padahal, menurut dia, sangat mungkin dalam sehari satu perajin bisa menghasilkan dan menjual lebih dari satu akik. Apalagi jika hari-hari libur akan semakin banyak pengunjung yang datang ke Pacitan, baik untuk melakukan kunjungan wisata maupun khusus membeli batu akik.
Jauh sebelum saat ini "booming" batu akik, Pacitan sejak awal tahun 1980-an sudah dikenal sebagai penghasil batu akik sehingga mendapat julukan "Pacitan Kota Akik".
Ubibam Pada 1985 Pemkab Pacitan membentuk Unit Bina Industri Batu Mulia (Ubibam) yang kini menjadi unit pelaksana teknis (UPT) Diskoperindag.
Ubibam Kabupaten Pacitan diresmikan oleh Menteri Perindustrian pada Kabinet Pembangunan IV di era Orde Baru, Hartarto Sastrosoenarto.
Ubibam memiliki tugas pokok mendidik dan membina perajin batu akik agar lebih terampil.
Karena itu, hampir semua perajin akik di Pacitan adalah lulusan dari Ubibam. Dulu perajin akik di Pacitan hanya sekitar 150-an orang, kini meningkat tajam. Sejak pertengahan 2014 sampai Februari 2015 ada sekitar 1.200 orang.
"Mungkin dari Februari sampai sekarang sudah bertambah," kata Supomo.
Kalau satu perajin saja mempekerjakan minimal tiga orang, maka sudah ada 3.600 tenaga kerja yang terserap dari usaha kerajinan batu akik tersebut.
Supomo mengemukakan bahwa efek samping dari "booming" akik saat ini sangat luar biasa bagi Kabupaten Pacitan. Selain menambah penghasilan masyarakat dari membuat dan mencari bahan dasar hingga berdagang batu akik, juga telah mengurangi angka pengangguran yang cukup banyak.
"Otomatis juga mengurangi urbanisasi, karena di Pacitan ada alternatif mendapatkan penghasilan yang lebih baik, yakni dari batu akik. Dampak lainnya adalah keamanan yang semakin meningkat karena akses ekonomi masyarakat bertambah," katanya.
Karena itu, Pemerintah Kabupaten Pacitan akan terus melakukan pembinaan, dan mendorong para perajin tetap berproduksi secara berkelanjutan.
Selain memberikan pelatihan, pihaknya juga membantu peralatan dan modal dari dana bergulir kepada para perajin.
Pacitan Kota Batu Akik, Ini Buktinya
Sebelum masyarakat di berbagai daerah di Indonesia ramai memperbincangkan akik, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur sudah lama dikenal sebagai penghasil batu untuk perhiasan itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Topik
Konten Premium