Bisnis.com, JAKARTA--Sekalipun badai tekanan datang dari pimpinan negara dan lembaga internasional agar pelaksanaan eksekusi hukuman mati dibatalkan, pemerintah RI kembali menunjukkan nada hawkish kepada dunia internasional.
Eksekusi yang direncanakan pada Selasa (28/4) dini hari, tersebut sedianya akan dilakukan terhadap sembilan terpidana, yakni delapan warga negara asing (WNA) dan seorang WNI.
Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari Marsudi mengatakan kejahatan terkait narkotika dan obat-obatan terlarang adalah kejahatan yang merusak masa depan bangsa dan negara. "Hukum harus ditegakkan," katanya melalui pesan singkat.
Sebelumnya, sejumlah negara dan bahkan PBB turut meminta pemerintah Indonesia untuk membatalkan eksekusi mati tersebut.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Ban Ki-moon menegaskan bahwa PBB mengecam hukuman mati dalam kondisi apapun.
Dia mendesak Jokowi untuk segera mempertimbangkan pembatalan eksekusi tersebut.
“Dalam hukum internasional, hukuman mati hanya diberlakukan untuk mengganjar kejahatan yang sangat serius, yang mencakup pembunuhan secara sengaja. Kasus narkoba tidak termasuk,” katanya dalam sebuah pernyataan resmi, Sabtu (26/4).
Selain itu, Presiden Prancis Francois Hollande memperingatkan pemerintah Indonesia untuk membatalkan eksekusi mati terhadap sepuluh terpidana, termasuk seorang warga negara Prancis Serge Atlaoui. Belakangan dikabarkan, eksekusi terhadap Sergei ditunda.
Hollande mengancam, pemerintahnya akan menunda kesepakatan kerja sama yang telah dicapai Prancis dan Indonesia dalam konferensi tingkat tinggi Kelompok G-20 pada November lalu.
Pihaknya juga akan bertemu dan menggandeng negara lain yang warganya turut menjadi terpidana mati, seperti Australia dan Brasil.
Bahkan, Hollande menyebutkan konsekuensi yang akan diterima Indonesia bukan hanya berasal dari negara-negara tersebut tetapi juga dari Eropa.
Adapun, akhir tahun lalu Indonesia dan Prancis sempat menggelar pertemuan bilateral dan menyepakati kerja sama di bidang infrastruktur maritim dan perang melawan ISIS.
Kedua negara juga menyepakati membentuk sebuah kelompok demi meningkatkan kerja sama.
esakan juga datang dari Australia, terakhir Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop. Dia masih berharap Jokowi akan mengubah keputusannya dalam detik-detik terakhir jelang eksekusi.
“Sekali lagi, saya memohon dengan hormat pada Presiden Indonesia untuk mempertimbangkan pembatalan. Ini belum terlambat untuk mengubah hati Anda,” kata Bishop.
Dalam pelaksanaan eksekusi serupa pada Januari 2015 lalu yang kemudian direspons oleh pemerintah Brasil dengan menarik duta besarnya, Retno mengatakan hal tersebut merupakan hak masing-masing negara. "Isu ini adalah isu penegakan hukum sebuah negara berdaulat yang demokratis," katanya.
Di sisi lain, Kementerian Luar Negeri juga meyakini bahwa langkah eksekusi hukuman mati tidak akan memperberat tugas pemerintah dalam melakukan diplomasi ketika ada WNI yang terancam hukuman mati di negara lain.
"Merupakan tugas negara untuk tetap memberikan perlindungan dan pendampingan hukum bagi warga negaranya semaksimal mungkin," katanya.