Bisnis.com, JAKARTA -- Koalisi Smoke Free Jakarta mempertanyakan mengapa Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan keamanan (Kemenko Polhukam) Tedjo Edhy Purdijatno yang secara tiba-tiba menentang kebijakan larangan reklame rokok di Jakarta.
Pasalnya hari ini, Kamis (14/4/2015), pukul 10.00 WIB Menko Polhukam mengadakan rapat dengan berbagai pihak terkait larangan Reklame Rokok dan Produk Tembakau pada Media Luar Ruang.
Latar belakang dari pertemuan tersebut adalah keberatan yang diajukan oleh Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) terhadap Pemerintah DKI Jakarta dan Pemerintah Kota Bogor terkait dengan pelarangan total iklan rokok pada media luar ruang.
Menurut AMTI, peraturan yang dikeluarkan oleh kedua pemerintah daerah itu bertentangan dengan PP 109/2012 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 71/PUU-XI/2013 yang membolehkan iklan rokok dengan ketentuan tertentu.
Menurut koordinator koalisi smoke free Jakarta, Dollaris Suhadi, terdapat beberapa kejanggalan dalam pertemuan tersebut karena Menko Polhukam tidak melibatkan Kementerian Kesehatan yang dalam hal ini juga turut memangku kepentingan khususnya di bidang kesehatan yang erat kaitannya dengan bahaya rokok.
Hal ini menyebabkan substansi yang melatarbelakangi tindakan pembatasan reklame rokok, yaitu kesehatan masyarakat tidak mendapatkan ruang untuk diskusi.
"Apabila AMTI sebagai kelompok kepentingan dalam industri tembakau diundang untuk memberikan keterangan, dengan membawa narasumber yang pro terhadap kepentingan mereka, seharusnya kelompok kepentingan yang membela kesehatan masyarakat diikutsertakan," ujar Dollaris dalam rilis yang diterima Bisnis.com, Selasa (14/4/2015).
Reklame rokok yang dibebaskan atau dibatasi sekadarnya sesungguhnya merupakan pembiaran atas bentuk pelanggaran dalam bidang politik, hukum, dan HAM. Selain itu juga akan membuat jumlah konsumen atau jumlah konsumsi rokok terus meningkat di Indonesia, dengan demikian industri rokok akan semakin kuat.
Dikutip dari Roadmap Industri Hasil Tembakau, dijelaskan bahwa pada periode 2015-2025 prioritas utama akan diberikan kepada kesehatan, dan bukan lagi pada ketenagakerjaan dan pendapatan negara.
Namun, pada kenyataannya hingga 2014 produksi rokok jutru meningkat hingga 90 miliar batang di atas target yang ditentukan yaitu 260 miliar batang per tahun.