Bisnis.com, JAKARTA—Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan sedikitnya 7.789 masalah yang berisiko merugikan negara sebanyak Rp40,55 triliun pada Semester II/2014.
Ketua BPK Harry Azhar Azis di depan Rapat Paripurna DPR yang dipimpin Wakil Ketua Taufik Kurniawan, Selasa (7/4/2015), mengatakan BPK menemukan sebanyak 7.950 temuan pemeriksaan yang didalamnya terdapat 7.789 masalah ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan senilai Rp40,55 triliun serta 2.482 masalah kelemahan sistem pengendalian intern (SPI).
“Dari ketidakpatuhan tersebut, sebanyak 3.293 masalah berdampak pada pemulihan keuangan negara/daerah/perusahaan atau berdampak finasial senliai Rp14,74 triliun,” katanya seperti dilansir situs resmi DPR.
Menurut mantan Pimpinan Banggar DPR tersebut, masalah berdampak finansial tersebut terdiri atas masalah yang mengakibatkan kerugian negara Rp1,42 triliun, potensi kerugian Rp3,77 triliun, dan kekurangan penerimaan Rp9,55 triliun.
Selain itu, terdapat 3.150 masalah ketidakpatuhan yang mengakibatkan ketidakekonomisan, ketidakefisienan dan ketidakefektifan senilai Rp25,81 triliun.
Sejumlah masalah itu terekam setelah BPK memeriksa 651 objek pemeriksaan, terdiri atas 135 objek pada pemerintah pusat, 479 objek pemerintah daerah dan BUMD, serta 37 objek BUMN dan badan lainnya.
Berdasarkan jenis pemeriksaannya, terdiri atas 73 objek pemeriksaan keuangan, 233 pemeriksaan kinerja dan 345 pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
Selama proses pemeriksaan, papar Harry, entitas telah menindaklanjuti masalah ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian dan kekurangan penerimaan dengan penyerahan asset atau penyetoran ke kas negara/daerah/perusahaan senilai Rp461,11 miliar.
Dari pemeriksaan semester II/2014, BPK menemukan masalah yang perlu mendapat perhatian pemerintah pusat, di antaranya persiapan pemeritah pusat belum sepenuhnya efektif untuk mendukung penerapan Sistem Akutansi Pemerintah (SAP) berbasis akrual pada 2015.
Kendalanya a.l. ketentuan turunan Peraturan Menkeu No.213/PMK.05/2013 tentang Sistem Akutansi Pemerintah Pusat dan Pedoman Penyusunan Laporan Keuangan Berbasis Akrual tidak segera ditetapkan.
Akibatnya, ujar Harry, muncul ketidakjelasan dalam menerapkan akutansi berbasis akrual pada satuan kerja pengelola Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara, ketidakseragaman penyajian keuangan di kementerian/lembaga dan ketidakhandalan data untuk menyusun laporan keuangan.