Bisnis.com, JAKARTA—PDIP, partai politik pengusung Presiden Joko Widodo (Jokowi), menggulirkan wacana pengajuan hak angket kepada pemerintah tentang kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Effendi Simbolon, anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PDIP, menilai kebijakan pemerintah menaikkan BBM itu berisiko menyalahi Undang-undang Dasar (UUD) 1945. Pasalnya, pemerintah tidak pernah berkonsultasi serta menjelaskan alasan kebijakan penaikan harga BBM itu kepada DPR.
Dalam masa pemerintahannya, Jokowi sudah dua kali menaikkan harga BBM dan tidak pernah berkonsultasi dengan DPR. Menurutnya, naik dan turunnya harga BBM di Tanah Air harus dibahas dengan DPR karena menyangkut APBN.
“Meski Jokowi kami dukung saat Pilpres, kami rasa perlu ada pengajuan hak angket untuk mendalami alasan kenaikan harga BBM bersubsidi itu. Dengan menaikkan harga BBM, pemerintah yang dipimpin Jokowi berisiko menyalahi aturan,” katanya di Kompleks Gedung Parlemen, Senayan, Senin (30/3).
Diketahui, pemerintah kembali menaikkan harga BBM bersubsidi pada 28 Maret 2015. BBM bersubsidi jenis premium naik Rp500, dari harga semula Rp6.900/liter. Adapun harga BBM bersubsidi jenis solar sebesar Rp500 dari sebelumnya Rp 6.400/liter.
Pemerintah berdalih, kenaikan itu dimaksudkan untuk mengurangi subisidi pemerintah atas konsumsi BBM nasional dengan dasar Peraturan Presiden (PP) 191/2014, yang menyatakan bahan bakar minyak jenis premium tidak lagi disubsidi.
Meski demikian, papar Effendi, dasar hukum itu tidak bisa dipakai alasan menaikkan harga BBM karena bertentangan dengan UUD 1945. “Di UUD, pemerintah dipaksa untuk tidak melepaskan harga BBM ke dalam mekanisme pasar global,” katanya.