Bisnis.com, JAKARTA—Pemerintah Indonesia tidak perlu terlalu panik menghadapi berbagai dinamika terkait dengan gerakan Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS) serta meluasnya dukungan terhadap kelompok itu.
Ismail Hasani, Direktur Riset Setara Institute, mengatakan saat ini paparan tentang terorisme yang lekat dengan ISIS hanya tersaji tunggal dan dibuat oleh aparat keamanan, khususnya Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
Adapun pengakuan dari pelaku jarang sekali disajikan. “Dengan demikian, sangat wajar jika publik meragukan dan permisif terhadap berbagai aksi, kegiatan penangkapan, dan penyebaran pandangan keagamaan radikal. Untuk itu, Setara mengingatkan untuk memberantas ISIS harus dimulai dari hulunya,” katanya dalam siaran pers, Senin (23/3/2015).
Dengan demikian, pemerintah harus meproses secara fair dan terbuka seluruh WNI yang didiuga bergabung dengan ISIS. “Jika proses hukum tersebut dilakukan tidak fair dan tertutup, maka kecil kemungkinan akan diperoleh narasi kebenaran dari mulut para terduga tersebut dan memunculkan keraguan publik akan validitas narasi ISIS di Indonesia.”
Selain itu, pewacanaan penerbitan Perppu untuk memberantas ISIS juga berlebihan. “Karena sebenarnya KUHP, UU Pemberantasan Terorisme, dan UU ITE sudah cukup bisa digunakan untuk menjerat siapapun yang menyebarkan kebencian, menganjurkan kekerasan, makar, dan lain sebagainya.”
Usulan Perppu menyimpan motivasi lain, salah satunya diduga untuk melegitimasi keterlibatan optimum TNI dalam penegakan hukum memberantas terorisme. “Dibanding meminta Perppu, sebaiknya Polri dan BNPT fokus menggunakan produk hukum yang sudah tersedia.”