Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Memperbaiki Kehidupan Sanitasi di Sumba Barat

Sekelompok anak lelaki itu terlihat bersemangat. Mengenakan pakaian tradisional berbahan tenun ikat, mereka berlompatan, sambil tangan kanannya membawa parang. Mereka bukan tengah berkelahi, melainkan sedang membawakan Tari Kataga sambil sesekali melengkingkan teriakan payawaw yang berbunyi ee lalala ee! yang kian menyemarakkan suasana.
siswa SD Inpres Puli menimba air untuk kamar mandi / Bisnis-Deandra Syarizka
siswa SD Inpres Puli menimba air untuk kamar mandi / Bisnis-Deandra Syarizka

Bisnis.com, JAKARTA -- Sekelompok anak lelaki itu terlihat bersemangat. Mengenakan pakaian tradisional berbahan tenun ikat, mereka berlompatan, sambil tangan kanannya membawa parang. Mereka bukan tengah berkelahi, melainkan sedang membawakan Tari Kataga sambil sesekali melengkingkan teriakan payawaw yang berbunyi ee lalala ee! yang kian menyemarakkan suasana. 

Anak-anak Sekolah Dasar Masehi Wee Kabete yang terletak di Kecamatan Tambolaka Kabupaten Sumba Barat Nusa Tenggara Timur (NTT) itu menyambut kedatangan Bupati Sumba Barat Jubilate Pieter Pandango. Dia sengaja datang ke sekolah ini khusus untuk menerima bantuan pengadaan dan perbaikan fasilitas sanitasi di 21 sekolah di Sumba Barat yang diadakan sebagai bagian Project Sunlight Dukung Masa Depan Sehat Unilever yang bekerja sama dengan lembaga Save The Children.

“Ada 21 SD dan 4.600 siswa yang dibantu. Kenapa orang lain pikirkan Sumba kita tidak? Kita tinggal memelihara apa yang sudah diberikan,” ujar Jubilate. Dia mengungkapkan kesadaran masyarakat yang masih rendah terkait Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) menyebabkan mudah  rusaknya fasilitas sanitasi yang telah diberikan Pemerintah. Dengan demikian,  dia pun harapkan warga menerima bantuan ini dengan hati yang ikhlas dan bertanggung jawab pada apa yang telah diberikan.

Kekhawatiran bupati tersebut memang cukup beralasan. Pasalnya, di balik keriaan anak-anak Sumba, terselip fakta kesehatan yang cukup memprihatinkan. Menurut survey Evironmental Heath Risk Assement (EHRA) Kabupaten Sumba Barat Tahun 2014, persentase masyarakat yang melakukan perilaku Buang Air Besar Sembarangan (BABS) masih tinggi, yaitu sekitar 78%, sedangkan masyarakat yang melakukan perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) pada waktu penting seperti sebelum makan masih rendah, sekitar 36%.

Di sisi lain, Studi yang dilakukan Save The Children menyebutkan di provinsi NTT, baru 30,5% rumah tangga yang memiliki akses terhadap sanitasi yang layak, sedangkan di Kabupaten Sumba Barat, masih terdapat 49% sekolah dasar di Sumba Barat yang belum memenuhi akses sanitasi yang baik.

“Kabupaten Sumba Barat memiliki berbagai tantangan dalam mewujudkan akses sanitasi yang memadai, tidak hanya dari kondisi geografis tetapi juga kurangnya pemahaman masyarakat terhadap pentingnya sanitasi,” ujar Direktur Komunikasi dan Advokasi Save The Children Tatak Ujiyati.

Kesadaran PHBS sebetulnya telah termasuk ke dalam kurikulum pendidikan di sekolah. Di SD Masehi Wee Kabete, misalnya, setiap anak telah diajarkan untuk buang air pada tempatnya serta membiasakan cuci tangan pakai sabun pada lima waktu penting, yaitu setelah buang air besar, setelah membersihkan anak/adik yang buang air besar, sebelum menyiapkan makanan, sebelum makan serta setelah menyentuh hewan.

Sayangnya, pendidikan PHBS itu tidak disertai dengan fasilitas sanitasi yang memadai. Dari lima toilet yang ada di SD Masehi Wee Kabete, hanya tiga yang layak dipakai bagi total 197 siswa dan 14 guru. Itu pun dengan saluran pembuangan yang masih tradisional, belum menggunakan sistem septic tank. Padahal, menurut perhitungan organisasi Save The Children,satu kamar mandi idealnya digunakan untuk maksimal 25 orang.

“Air di sini juga kering kalau musim kemarau. Jadi kami suruh anak bawa air sungai di dalam botol ke sekolah untuk keperluan buang air,” ujar Kepala Sekolah SD Masehi Wee Kabete Solibeko.

Setali tiga uang, kondisi sanitasi di SD Inpres Puli Kecamatan Wanukaka Kabupaten Sumba Barat juga cukup memprihatinkan. Dari tujuh toilet yang ada, hanya satu yang bisa digunakan. Sisanya mengalami kerusakan yang parah, mulai dari daun pintu yang dicuri, pipa air yang rusak, hingga saluran pembuangan yang tersumbat.

“Di sini sumber air ada, tetapi pipanya rusak sehingga air tidak bisa masuk ke bak penampungan. Jadi anak-anak terpaksa harus bergiliran menimba air untuk ke kamar mandi,” ujar Kepala SD Inpres Puli T.P. Rade Kaka.

Oleh karena itu, bantuan Unilever melalui program Project Sunlight Dukung Masa Depan Sehat memang difokuskan pada 21 sekolah dan 4.600 anak yang ada di Sumba Barat guna mendukung proses edukasi mengenai kesehatan sanitasi di masyarakat Sumba Barat. Sumbangan tersebut merupakan buah dari delapan juta dukungan masyarakat yang turut berpartisipasi dalam kampanye ini dengan beragam cara, mulai dari menyaksikan video inspirasional hingga menjadi relawan yang melakukan edukasi kesehatan.

“Unilever melalui Project Sunlight sejak November 2014 lalu mengajak masyarakat Indonesia berpartisipasi melakukan tindakan sederhana untuk mendukung masa depan sehat bagi generasi mendatang karena akses sanitasi dan air bersih yang memadai merupakan elemen penting untuk masa depan sehat. Kondisi sanitasi dapat mempengaruhi edukasi, angka kelahiran dan angka keatian sehingga harus menjadi perhatian bagi setiap orang,” ujar Program Manager of Health Welbeing and Nutrition PT. Unilever Indonesia, Tbk. Waila Wisjnu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Deandra Syarizka

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper