Kabar24.com, SEMARANG - Sektor pendidikan dinilai perlu mendorong pengetahuan atau kesadaran akan konteks Asia Tenggara atau Asean literacy jelang berlakunya masyarakat ekonomi Asean pada akhir 2015.
Rektor Unika Soegijapranata Yohanes Budi Widianarko mengatakan selama ini masyarakat Indonesia dinilai sudah melek globalisasi atau global literacy. Namun, dia menilai pemahaman akan konteks Asia Tenggara masih menjadi kendala.
Padahal, lanjutnya, hal tersebut menjadi salah satu tuntutan yang mesti dimiliki setiap sumber daya manusia Indonesia.
Pengetahuan akan konteks negara-negara di Asia Tenggara menjadi penting untuk mendukung keterbukaan lalu lintas barang, jasa dan SDM saat berlakunya MEA.
“Problem kita sekarang terlalu berorientasi warga dunia, tetapi belum memperhitungkan Asean literacy,” ungkapnya saat ditemui Bisnis, Selasa (3/3/2015).
Karena itu, Yohanes berharap pemerintah dan institusi pendidikan mulai mendorong kecakapan tersebut kepada SDM Indonesia.
Melalui sektor pendidikan, sambungnya, pengetahuan akan sejarah dan pemahaman akan budaya negara Asia Tenggara perlu diberikan.
Upaya itu, kata Yohanes, diperlukan sejalan dengan ekspansi sejumlah korporasi nasional ke sejumlah negara Asean.
Dia mengungkapkan beberapa perusahaan yang bergerak di sektor consumer goods bahkan sudah eksis di beberapa negara Asia Tenggara, seperti di Filipina, Myanmar dan Vietnam.
“Jangan sampai baru belajar soal Asean saat kerja. Institusi pendidikan harus menyiapkan itu,” jelasnya.
Dengan mempersiapkan itu, Yohanes optimistis Indonesia siap untuk bersaing dengan negara lainnya. Pasalnya, dia menilai persiapan SDM dalam hal teknis melalui sektor pendidikan dan ketenagakerjaan sudah intensif.
Selain itu, langkah standarisasi oleh asosiasi profesi terus digalakan.
“Meskipun belum terlalu kuat, bidang pendidikan dan ketenagakerjaan sudah memiliki mekanisme. Sudah 75% siap. Tinggal kita tingkatkan,” ujarnya.