Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

AHOK VS DPRD: Jokowi Harus Bela Ahok Soal APBD

Jokowi Harus Bela Ahok
Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (tengah) berjalan usai bertemu dengan Presiden Joko Widodo membahas hak angket yang akan diajukan DPRD DKI di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (27/2). Hak Angket DPRD tersebut muncul saat Gubernur DKI menemukan dana sebesar Rp 12,1 triliun yang masuk dalam APBD DKI 2015/Antara
Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (tengah) berjalan usai bertemu dengan Presiden Joko Widodo membahas hak angket yang akan diajukan DPRD DKI di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (27/2). Hak Angket DPRD tersebut muncul saat Gubernur DKI menemukan dana sebesar Rp 12,1 triliun yang masuk dalam APBD DKI 2015/Antara

Kabar24.com, JAKARTA -- Kita disuguhkan lagi tentang bagaimana sulitnya upaya mencegah dan menindak praktik-praktik berbau koruptif baik di eksekutif maupun legislatif.

Setelah episode calon kapolri yang akhirnya menjelma menjadi kisruh antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri, kita disuguhkan lagi perseteruan antara Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan DPRD—sebagai institusi bukan lagi oknum.

Pertentangan keras Ahok dengan DPRD menyangkut Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta tahun 2015 sejatinya adalah persoalan lokal namun karena hal itu terjadi di Ibu Kota, kini sudah menjadi isu dan memberikan efek secara nasional.

Ribut tentang adanya dana siluman, begitu istilah yang dipakai Ahok, di APBD DKI masuk dalam ranah pencegahan korupsi. Ahok menyebut anggaran jadi-jadian itu nilainya fantasis yang mencapai Rp12,1 triliun.

Perkembangan terakhir, Ahok sudah melaporkan dugaan penyimpangan di APBD DKI ke KPK dengan mengantarkan sendiri dokumen pendukung, kemarin (27/2). Secara rinci Gubernur DKI itu menyatakan ada penyimpangan dari Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS).

Dalam penjelasan kepada media, Ahok memberikan contoh salah satu bentuk dana siluman di APBD DKI 2015 adalah pengadaan uninterruptible power supply (UPS) yang harganya nyaris Rp 6 miliar per sekolah. Dari pemberitaan, beberapa sekolah yang masuk dalam daftar penerima UPS itu ternyata tidak pernah mengajukan anggaran untuk alat tersebut.

Langkah melaporkan ke KPK seperti menjadi jawaban Ahok,  meski dia menolak mengakui, atas aksi  politis Kebon Sirih yang telah mengetok palu disahkannya hak angket dengan persetujuan dari 106 anggota dewan pada Rabu (25/2).

Usulan hak angket muncul karena Ahok dianggap melakukan 2 pelanggaran yakni; pertama, penyampaian Raperda tentang APBD 2015 kepada Mendagri yang patut diduga bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan kedua, norma etika perilaku kepemimpinan Gubernur Provinsi DKI‎.

Apa yang terjadi di DKI Jakarta sebenarnya bisa menjadi gambaran bahwa hal serupa terjadi juga di seluruh daerah di Indonesia. Cerita dana siluman dan broker anggaran sudah menjadi rahasia umum di kalangan politisi.

Kenyataan ini harus kita terima. Setelah era reformasi, ternyata sistem dan perilaku politik ternyata tetap saja belum sepenuhnya mendukung langkah pemberantasan korupsi yang mejadi musuh negara nomor satu di negeri ini.

Perseteruan Ahok dan DPRD DKI juga akan menjadi batu ujian kedua di era pemerintahan Presiden Joko Widodo. Mengapa persoalan ini juga menjadi urusan Presiden, karena memang komandan tertinggi dari pemberantasan korupsi di negeri ini sudah seharusnya berada di pundak Jokowi.

Presiden Jokowi memang sudah lolos ujian pertama terkait dengan calon kapolri yang akhirnya membesar menjadi urusan KPK vs Polri. Namun, kita harus mau mengakui, Jokowi lebih mengedepankan pernyelesaian secara politis dalam urusan itu.

Hasilnya, KPK sebagai salah satu instrumen utama dalam pemberantasan korupsi kini berada di titik nadir yang merupakan akibat gabungan dari upaya kriminalisasi dari pihak eksternal dan kondisi di internal KPK sendiri.

Meski sudah ditunjuk tiga pelaksana tugas pimpinan KPK, hampir bisa dipastikan kinerja lembaga antikorupsi itu tidak akan berjalan maksimal sampai dengan Desember tahun ini saat pelantikan anggota KPK yang baru.

Selain itu, Presiden Jokowi memang tidak bisa ‘lepas tangan’ begitu saja atas kisruh Ahok dan DPRD. Selain sebagai Presiden, Jokowi adalah mantan gubernur DKI yang memperjuangkan pelaksanaan e-budgeting dan e-katalog dalam APBD DKI yang sekarang ini diperjuangkan oleh Ahok.

Dukungan Presiden Jokowi kepada Ahok menjadi amat penting karena sang Gubernur DKI ini seperti Lone Ranger. Mungkin saat ini Ahok adalah satu-satunya gubernur di Indonesia yang tidak memiliki dukungan dari partai politik di DPR.

Tentu harapannya, dukungan dari Presiden Jokowi kepada Ahok benar-benar full dan bernas, tidak seperti ketika dia menyelesaikan kisruh calon kapolri. (Bisnis.com)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper