Bisnis.com, JAKARTA - GP Ansor dan Banser NU meminta semua pihak termasuk Komnas HAM atau LSM tertentu agar menghormati hak prerogatif presiden dalam memilih calon Kepala Badan Intelijen Negara (BIN).
Wakil Komandan Satuan Koordinasi Nasional (Wadansatkornas) Banser NU, Rahmat Hidayat mengatakan mereka tidak perlu memberikan tekanan dengan membangun opini yang tendensius dan tidak jelas mengaitkan dengan kasus pelanggaran HAM.
"Kami mengingatkan dengan penuh kesadaran akal budi dan hati nurani, bahwa masalah Kepala BIN itu hak prerogatif Presiden. Komnas HAM dan LSM enggak usah aneh-aneh menuding orang dengan kasus HAM," ujar Rahmat Hidayat kepada wartawan di Jakarta, Kamis (26/2/2015).
Rahmat menantang Komnas HAM atau LSM yang berupaya menghadang seseorang dalam bursa calon Kabin dengan isu HAM itu untuk bisa menunjukkan tudingannya.
"Tunjukkan fakta hukum yang inkracht atau tetap dan mengikat. Jangan ngarang yang tidak jelas. Itu fitnah namanya. Dan fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan," ujarnya.
Menurut dia, tantangan intelijen Indonesia pasca reformasi dan Arab Spring adalah menghadapi tantangan radikalisasi agama yang semakin massif masuk ke Indonesia dengan memanfaatkan isu kebebasan dan demokratisasi.
Kondisi ini, membutuhkan sisok figur kuat yang mampu menggerakkan kekuatan muslim moderat di Indonesia tentang potensi dan ancaman NKRI.
"Kita butuh figur tokoh intelijen muslim yang mempunyai reputasi internasional, bisa menggalang potensi umat Islam dan bangsa Indonesia dalam melawan radikalisasi Islam di Indonesia. Tokoh yang mampu membangun dan membawa model Islam Nusantara sebagai alternatif budaya global," bebernya.
Menurut Rahmat, sosok tokoh NU As'ad Said Ali, yang pengalamannya di dunia intelijen sangat mumpuni serta jaringan Islam moderatnya sangat luas.
Meski selama ini selalu disudutkan dengan opini tak jelas terkait kasus HAM, pihaknya yakin Presiden Jokowi dengan hak prerogatifnya akan mempertimbangkan sosok As'ad demi kemajuan intelijen Indonesia ke depan. []