Bisnis.com, JAKARTA - Awal pekan ini, DPR baru saja mengesahkan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015-2019 dan prioritas legislasi 2015.
Tercatat sedikitnya 159 RUU masuk dalam agenda pembahasan legislasi DPR selama lima tahun ke depan, dengan 37 RUU sebagai prioritas tahun 2015, selain sejumlah RUU yang masuk daftar kumulatif terbuka (pengesahan perjanjian internasional, dampak putusan MK, terkait APBN, pembentukan daerah otonom baru, dan pengesahan perppu.
Indriswati D. Saptaningrum, Direktur Eksekutif ELSAM, menyatakan bahwa merujuk jumlah agenda RUU per tahun, prolegnas ini patut diapresiasi karena mencerminkan perencanaan yang makin realistis dalam bidang legislasi.
Seperti diketahui, selama periode 2009-2014, DPR hanya mampu menyelesaikan 126 dari 247 yang direncanakan. Daftar prioritas 2015 juga menunjukkan 75% usulan datang dari DPR.
Dengan demikian menuntut keseriusan DPR untuk mengalokasikan lebih banyak waktu dalam menjalankan fungsi legislasi, dan tidak terjebak dalam politisasi fungsi pengawasan terhadap pemerintah seperti terjadi pada masa lalu.
"Berdasar daftar RUU prioritas yang diajukan, banyak RUU yang memiliki relasi kuat (close engagement) dan akan berdampak serius bagi upaya pemajuan, pemenuhan dan perlindungan hak asasi manusia," tuturnya, seperti siaran pers yang diterima Bisnis, Jumat (13/2/2015).
Menurutnya hal itu tidak hanya tercermin dari RUU bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam), seperti RUU KUHP dan KUHAP, revisi UU HAM dan UU Pengadilan HAM, revisi UU Informasi dan Transaksi Elektronik, RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), revisi UU Kepolisian, revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, RUU Keamanan Nasional (Kamnas), dan RUU Rahasia Negara.
Sementara itu, lanjutnya secara khusus, dalam prioritas 2015, beberapa agenda legislasi akan berdampak sangat strategis pada pembaruan sistem hukum dan hak asasi manusia, seperti RUU KUHP dan RUU KUHAP, perubahan UU Penyiaran, perubahan UU Informasi, dan Transaksi Elektronik, RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi, perubahan UU Migas, RUU Kedaulatan Pangan, perubahan UU Penempatan Tenaga Kerja di Luar Negeri, dan RUU Penyandang Disabilitas.
"Mengingat potensi dampak yang mungkin ditimbulkan terhadap HAM, diperlukan keseriusan DPR dan keterlibatan serta partisipasi yang luas dari masyarakat, guna memastikan isi kebijakan tersebut tidak menyimpang atau bahkan membahayakan agenda perlindungan hak asasi manusia pada periode mendatang," tegasnya.