Bisnis.com, YOGYAKARTA – Daerah Istimewa Yogyakarta diperkirakan akan mengalami krisis beras.
Bencana kriris pangan akan terjadi pada 2020 apabila DIY tidak segera melakukan langkah diversifikasi pangan.
Hal itu dikemukakan Kepala Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan (BKPP) DIY Arofa Noor Indriani, Jumat (21/11).
Arofa mengemukakan kondisi ketahanan pangan DIY untuk saat ini tergolong aman.
Dengan rata-rata tingkat konsumsi beras per kapita sebesar 94 kg per orang per tahun, ujarnya, ketersediaan beras eksisting di DIY diperkirakan cukup sampai dengan 5 bulan ke depan.
DIY, ujarnya, masih memiliki sekitar 450 ton stok beras yang tersebar di BKPP dan di 153 kelompok tani.
Jumlah tersebut akan terperbaharui dengan datangnya musim panen.
Namun demikian, jelasnya, tingkat pertumbuhan penduduk DIY setiap tahun jauh melampaui pertumbuhan produksi padi dan beras.
Dengan tingkat pertumbuhan yang tidak berimbang itu, lanjutnya, DIY berpeluang mengalami satu momen krisis pangan.
“Ada ketidakseimbangan antara grafik pertumbuhan penduduk dan grafik produksi beras. Grafik ini akan bertemu di satu titik. Ketika titik itu bertemu, artinya krisis pangan terjadi. Itu kami perkirakan terjadi pada 2020,” ujarnya.
Selain pertambahan penduduk, ujarnya, faktor lainnya juga turut memengaruhi percepatan potensi krisis pangan.
“Kami menghitung konsumen beras di DIY tidak saja rumah tangga tetapi juga non rumah tangga seperti wisatawan, hotel, restoran, rumah sakit, dan industri makanan,” ujarnya.
Oleh karena itu, ujarnya, pihaknya sedang berupaya melakukan program diversifikasi agar masyarakat dapat beralih dari beras ke jenis bahan pangan substitusi non beras.
Dengan program diversifikasi pangan, dia berharap titik kritis ketersediaan bahan pangan pokok di DIY dapat mundur.
“Karena banyak alih fungsi lahan, produksi beras kita menjadi tidak tentu. Kadang naik, kadang tetap. Tapi kan pertumbuhan penduduk naik terus. Hampir 1% setiap tahun. Ini tidak bisa dibiarkan sehingga kita harus mempunyai suatu program terobosan,” katanya.
Saat ini pihaknya telah menjalin kesepahaman dengan sejumlah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemda DIY untuk mengembangkan kluster-kluster ketahanan pangan di sejumlah kawasan hutan dan sekitarnya di DIY.
Dia mengemukakan secara keseluruhan ada empat kluster yang terdiri dari kluster budidaya, kluster pembuatan tepung, kluster pembuatan emping, dan kluster kemitraan.
Kluster budidaya, ujarnya, akan membudidayakan penanaman produk umbi-umbian dengan memanfaatkan area di dalam kawasan hutan.
Hasil budidaya tersebut, lanjutnya, akan didistribusikan ke kluster pembuatan tepung dan pembuatan emping.
Selanjutnya, disalurkan ke kluster kemitraan untuk menggarap pemasaran produk yang telah dihasilkan.
“Kami fokuskan ke pemberdayaan masyarakat. MOU sudah. Sudah ada kelompok kerja juga. SKPD sudah buat perencanaan. Nanti dimulainya pada 2015,” katanya.
Di sisi lain, pihaknya juga akan giat melakukan sosialisasi diversifikasi pangan ke siswa-siswa jenjang-jenjang pendidikan dasar di DIY.
Pihaknya berharap dengan memperkenalkan jenis pangan substitusi beras kepada generasi penerus, akan dapat mengubah perilaku konsumsi masyarakat sejak dini.
Dengan demikian, lanjutnya, tingkat konsumsi beras menurun sehingga kondisi krisis beras dapat dicegah atau setidaknya diundur hingga beberapa tahun kemudian.
Dia mengemukakan ketahanan pangan sangat penting artinya sebagai pilar utama dalam pembangunan nasional.
“Ketahanan pangan berperan penting dalam stabilitas politik, ekonomi, dan sosial. Untuk mewujudkan ketahanan pangan menuju kemandirian, itu dengan cara diversifikasi pangan,” ujarnya.