Bisnis.com, JAKARTA--Wakil Ketua Komisi II DPR yang juga Ketua Panja RUU Pilkada Abdul Hakam Naja menegaskan bahwa secara yuridis formal pemerintah telah setuju dengan produk legislasi itu sehingga tandatangan presiden tidak menjadi penentu lagi.
Menurutnya, berdasarkan aturan konstitusi, pembentukan undang-undang (UU) dilakukan atas persetujuan Presiden dan DPR. Dengan demikian, dengan kehadiran utusan presiden Mendagri Gamawan Fauzi pada saat pembahasan RUU Pilkada dan rapat paripurna pengambilan keputusan membuat produk legislasi itu sah secara yuridis formal.
“Kalau sudah disetujui besama pemerintah, maka dalam waktu 30 hari setelah dikirimkan oleh DPR ke Presiden, otomatis UU itu berlaku. Jadi, baik ditandatangani oleh Presiden maupun tidak diteken oleh
Presiden sebagai Kepala Negara, UU itu berlaku,” ujarnya. Karena itu, secara administratif tidak ada kewenangan presiden untuk menolak, ujarnya kepada wartawan di Gedung DPR, Selasa (30/9/2014)
Menurut Hakam, kalau pemerintah tidak setuju bisa disampaikan pada rapat paripurna atau pada rapat kerja.“Ibarat nasi sudah menjadi bubur, sekarang ini UU itu disahkan menjadi UU, sudah selesai. Satu-satunya jalan kalau masih keberatan hanya menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK), untuk menguji UU yang diputuskan DPR dan pemerintah itu,” ujarnya.
Menyinggung terhadap usulan Yusril Ihza Mahendra agar presiden mengembalikan UU itu ke DPR, Hakam menegaskan tidak ada mekanisme mengembalikan UU itu. Menurutnya, forum penolakan ada di dua tempat yaitu di pembicaraan tungkat I dan pengambilan keputusan atau pembicaraan tingkat II di paripurna DPR. “ Itulah kesempatan untuk menarik atau tidak setuju atas UU yang akan diputuskan,” ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel