Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PENGESAHAN UU PILKADA: Rakyat Harus Menolak, Kata Pakar. Ini Alasannya

Pakar hukum tata negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Johanes Tuba Helan, mengatakan rakyat harus menolak UU Pilkada karena tidak mencerminkan nilai-nilai demokrasi.
Ilustrasi: Pengendara sepeda motor melaju di samping mural berisi kritikan terhadap RUU Pilkada di Jakarta, Jumat (26/9)./Antara-Andika Wahyu
Ilustrasi: Pengendara sepeda motor melaju di samping mural berisi kritikan terhadap RUU Pilkada di Jakarta, Jumat (26/9)./Antara-Andika Wahyu

Bisnis.com, KUPANG -- Pro kontra atas hasil sidang pembahasan RUU Pilkada yang memenangkan kubu pendukung pilkada tak langsung terus bergulir.

Pakar hukum tata negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Johanes Tuba Helan, mengatakan rakyat harus menolak UU Pilkada karena tidak mencerminkan nilai-nilai demokrasi.

"UU Pilkada yang baru saja disahkan DPR telah merampas hak rakyat dalam berdemokrasi. Karena itu, UU ini harus ditolak," kata Johanes Tuba Helan di Kupang, Senin (29/9/2014), terkait UU Pilkada yang mengatur mekanisme pemilihan kepala daerah kembali ke DPRD.

Dia mengatakan, gelombang protes dari berbagai elemen masyarakat yang luar biasa ini, menandakan bahwa UU ini tidak bisa dilaksanakan dan harus ditolak untuk dilaksanakan.

Dia menambahkan, jika UU Pilkada ini tetap dipaksanakan untuk dilaksanakan, maka sebaiknya masing-masing daerah membuat sendiri aturan untuk Pilkada.

"Daerah bisa membuat Perda tentang Pilkada, sehingga bisa memilih langsung para pemimpin daerahnya sesuai kondisi riil daerahnya," ucap Tuba Helan.

Hanya saja dia masih berharap, UU Pilkada ini akan batal saat digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Johanes Tuba Helan juga mengimbau agar rakyat yang mendukung pilkada langsung bersatu untuk menggugat UU Pilkada ini ke MK.

"Kalau rakyat bersatu untuk menggugat, saya kira MK bisa mempertimbangkan ini. UU ini jangan dipaksakan kalau mayoritas rakyat menolak," tuturnya.

Dia menjelaskan, alasan DPR bahwa Pilkada langsung membawa mudarat sangat tidak logis dan hanya mencari-cari alasan.

Pasalnya, sepuluh tahun lalu atau pascareformasi alasan dibuatnya aturan Pilkada langsung oleh rakyat karena Pilkada melalui DPRD hanya menguntungkan para elite politik.

"Kepala daerah tidak efektif dalam melayani masyarakat. Kalau Pilkada langsung oleh rakyat, kepala daerah lebih bertanggung jawab terhadap rakyat," tukasnya.

"Ini kan baru sepuluh tahun. Artinya kita baru dua kali memilih secara langsung. Dan saya kira perkembangannya terus membaik kenapa balik lagi ke DPRD?" katanya, mempertanyakan.

Menurut dia, sebaiknya beberapa kelemahan dalam sistem pilkada langsung itu yang diperbaiki, misalnya, menyelenggarakan Pilkada serentak atau bersamaan dengan Pilpres dan Pileg.

"Kalau bilang pilkada langsung hanya menghasilkan koruptor saya kira tidak logis, karena banyak juga kepala dinas dan birokrat lainnya juga korupsi, padahal mereka tidak dipilih langsung. Ini kan hanya masalah moral, sehingga tidak ada hubungannya," kritik Tuba Helan.

Namun, menurutnya, UU Pilkada ini masih dalam proses atau belum bisa dieksekusi karena masih disengketakan.

Karena itu, ia berharap MK bisa segera membatalkan UU ini agar tidak ada lagi perdebatan soal masalah ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : News Editor
Editor : Saeno
Sumber : Antara

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper