Bisnis.com, JAKARTA - Mafia hukum yang melibatkan pemodal, penegak hukum, pengacara dan beberapa pihak lainnya disinyalir terus mengincar hotel-hotel di Bali dengan berbagai cara untuk meraup keuntungan besar.
Boyamin Saiman, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), mengatakan kelompok yang terlibat dalam jaringan mafia hukum di Bali itu menghalalkan segala cara dan mencari-cari celah hukum dengan memanfaatkan kelengahan pengusaha hotel.
Menurutnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu mencermati dan menindak tegas praktik yang meresahkan para pengusaha hotel di Bali itu. Ulah mafia hukum itu telah mengusik ketenangan berusaha, dan bisa mengganggu kepercayaan investor dan pariwisata di Bali.
"KPK harus menindak tegas mafia hukum yang mengincar hotel-hotel di Bali itu. Mereka terindikasi melakukan korupsi dan kejahatan kerah putih," katanya di Jakarta, Minggu (28/09/2014).
Baru-baru ini terungkap informasi bahwa sejumlah pihak diduga tengah memaksakan skenario yang seolah-olah absah secara hukum untuk mengambil alih atau mengambil keuntungan terhadap perkara yang dipaksakan terhadap PT Geria Wijaya Prestige, perusahaan pemilik Hotel Kuta Paradiso di Bali.
Disebut-sebut dengan berbagai cara dan akrobat hukum jaringan mafia itu hendak memaksa pemilik hotel bersedia menjalankan alur cerita hukum, yang di ujungnya sang pemilik akan mengeluarkan sejumlah uang besar untuk membayar, atau bahkan merelakan hotelnya dilelang.
Namun ketika dikonfirmasi soal itu, pengacara PT Geria Wijaya Prestige, Zakaria Ginting, belum bersedia memberikan komentar panjang lebar.
“Kami sedang mempelajari lebih dalam. Pada saatnya kami ungkapkan,” katanya.
Dua tahun lalu juga sempat merebak sinyalemen praktik mafia hukum dengan modus mempailitkan usaha perhotelan di Bali yang menimpa Hotel Aston Resort and Spa di Tanjung Benoa serta Bali Kuta Residence (BKR).
Dugaan praktik mafia pemailitan di Bali itu pernah diungkapkan Yusril Ihza Mahendra, kuasa hukum PT Dewata Raya Indonesia selaku pemilik Hotel Aston. Mafia hukum itu intinya akan memaksa pelelangan aset berupa hotel dengan harga murah, dan pembelinya pun biasanya sudah diatur sedemikian rupa.
Lebih jauh Boyamin menuturkan kalau tidak bermain dengan menafsirkan seenaknya UU Kepailitan, mafia hukum juga lihai mencari-cari celah sengketa perdata lainnya dan memaksakan hubungan hukum yang sebenarnya tidak ada.
Bahkan, kata dia, mafia hukum ini berani keluar modal awal cukup besar untuk menjalankan aksinya, karena yakin jika targetnya tercapai akan meraih keuntungan sangat besar.