BERBEDA dengan Gubernur Riau terdahulu M Rusli Zainal yang kepemimpinannnya bergaya penuh pertimbangan, Annas Maamun sang penggantinya dikenal selalu cepat mengambil keputusan.
Bahkan karena sikapnya itu, Annas Mamun menjadi orang yang paling ditakuti dan disegani karena setiap pejabat yang tidak sesuai dengan keinginan dan melenceng dari kesepakatan, harus bersiap untuk mendapatkan sanksi 'meja kosong'.
Kurang dari seratus hari kepemimpinannya sejak dilantik awal Februari 2014, Annas bahkan kerap disibukkan dengan merombak susunan kedinasan di semua satuan kerja perangkat daerah (SKPD).
Itu dilakukan untuk mencari komposisi yang pas menurut versinya. "Ibarat sayur, itu harus ada garamnya, merica dan pakai nasi. Kalau tak lengkap, ya tak kenyang yang memakan," kata Annas pada suatu acara di Pekanbaru.
Sikap lain dari Annas Maamun adalah lebih memilih untuk blusukan, memantau desa-desa tertinggal dan bergegas membangunnya. Sementara Rusli Zainal di masa kepemimpinannya lebih mengutamakan infrastruktur ibu kota.
"Pekanbaru tak perlu lagi jalan layang, sudah terlalu banyak. Sekarang harus dibangun jembatan di pulau-pulau agar di sana juga sama majunya. Jangan Pekanbaru saja," kata Annas.
Yang sama hanyalah keduanya memiliki penguasaan panggung saat berpidato. Bedanya, jika sang orator Rusli Zainal lebih menjaga kewibawaan dengan setelan berbicara yang sangat formal, Annas Maamun lebih pada gaya sederhananya yang khas.
"Kalau saya gitu orangnya!" kalimat yang selalu disampaikan Gubernur Annas saat berada di atas podium. Dia selalu tersenyum meski tengah dalam situasi serius.
Pidato Gubernur Annas Maamun bahkan kerap mengundang gelak tawa bagi hadirin yang hadir dalam suatu acara itu. Semisal ketika peresmian Gedung Graha Pena milik Persatuan Watawan Indonesia (PWI) Riau di Jalan Arifin Achmad, Pekanbaru beberapa waktu lalu.
Katika itu, Annas berpidato tentang berbagai persoalan yang tengah dihadapi pemerintahannya saat ini. Seperti lambannya pengesahan Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang dianggap menjadi penghambat pembangunan daerah.
"Saya sudah bangun puskesmas, sekolah, dan fasilitas lainnya. Tapi setelah dicek ke badan pertanahan, ternyata bangunannya berada di kawasan hutan," kata Annas dengan isyarat nada mengeluh.
"Semuanya masih dalam status hutan. Saya juga pernah kasihan melihat masyarakat di pinggir sungai Siak tinggal di rumah kumuh. Saya perintahkan dinas untuk membangun rumah baru untuk mereka. Ternyata lahan itu juga masih hutan," katanya.
Ketika itu, dia berbicara dengan logat khas kampung halaman, Bagansiapiapi, Rokan Hilir, sehingga terdengar cukup menggelitik. Terlebih sesekali dia juga berucap dengan bahasa daerah hingga terdengar 'konyol'.
Podium seakan menjadi milik Gubernur Annas, karena saat ini, pidatonya akan menjadi hal yang paling dirindukan oleh masyarakat berbagai kalangan karena waktu pria berumur 74 tahun itu harus habis untuk melayani tuduhan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Gubernur Annas tertangkap tangan oleh penyidik KPK bersama delapan orang lainnya saat berada di salah satu rumah pada kompleks perumahan elite di kawasan Cibubur, Jakarta, Kamis (25/9) pukul 17.30 WIB.
Delapan orang bersama gubernur itu kata juru bicara KPK Johan Budi, masing-masing adalah sopir, ajudan, pengusaha, dan dua wanita dari pihak keluarganya.
Bersama gubernur, penyidik mengamankan tas berisikan uang berbentu dolar Singapura dan rupiah dengan nilai total ditaksir mencapai miliaran rupiah.
Mulai dari Guru
Annas Maamun adalah pria kelahiran Bagansiapiapi, Kabupaten Rokan Hilir, Riau, 17 April 1940.
Dia lahir dari keluarga sederhana, bersekolah di Sekolah Rakyat Negeri 01 Bagansiapiapi yang masuk bertepatan dengan tahun kemerdekaan Republik Indonesia 1945.
Selanjutnya, dia juga melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan hingga akhirnya tamat sekolah setingkat SMA pada tahun 1960.
Annas kemudian tertarik berkarir di dunia pendidikan sebagai guru SMP Negeri di kampung halamannya hingga 1964 dan merantau ke Padang untuk melanjutkan pendidikan di universitas keguruan.
Pada tahun 1967 hingga 1968, Annas kemudian kembali ke Riau namun beralih mengajar di SMP Negeri 02 di Kota Pekanbaru.
Setelah itu, Annas kemudian pindah jawatan ke Direktorat Jenderal Pembangunan Masyarakat Desa Departemen Dalam Negeri hingga tahun 1969.
Mulai dari 1970, dia juga menjabat sebagai Kepala Urusan Pemberdayaan Masyarakat Desa pada Kantor Camat Bangko, Bagansiapiapi. Dan memasuki tahun1976 naik jabatan menjadi Kepala Seksi pada Kantor PMD Kabupaten Bengkalis dan setahun kemduian menjadi Kepala Sub Bagian Tata Usaha pada Kantor PMD Kota Madya Pekanbaru.
Memasuki tahun 1981, Annas akhirnya menjabat sebagai Kepala Kantor Camat Rumbai, Pekanbaru, dan lima tahun kemudian menjabat sebagai pejabat sementara Camat Rumbai.
Karir Annas terus berlanjut, pada tahun 1987, dia dipromosikan menjabat sebagai Kepala Seksi Latihan Direktorat PMD Provinsi Riau hingga 1991. Pada tahun 1992 ia menjabat sebagai Kepala Kantor PMD Kabupaten Bengkalis.
Terjun ke Panggung Politik
Kepincut jenjang karirnya yang begitu baik, partai politik mulai meliriknya. Dia akhirnya terpilih menjadi legislator DPRD Bengkalis dan langsung menjabat sebagai Ketua Fraksi Karya Pembangunan pada tahun 1997-1999.
Beberapa tahun kemudian, Annas terpilih sebagai Ketua DPRD Kabupaten Bengkalis 1999-2001 dan akhirnya menjadi Ketua DPRD Kabupaten Rokan Hilir Periode I 2001-2005.
Menggunakan perahu Partai Golongan Karya, pada tahun 2006 Annas akhirnya memenangkan pemilihan kepala daerah dan dia menjabat sebagai Bupati Rokan Hilir hingga dua periode.
Belum genap sepuluh tahun memimpih daerah kelahirannya, Annas kembali mencalonkan diri untuk menjadi Gubernur Riau menggantikan M Rusli Zainal. Ketika itu, dia juga kembali dipercaya oleh Partai Golkar.
Annas akhirnya mencapai puncak karir politiknya setelah berhasil memenangkan pemilihan kepala daerah Gubernur Riau yang dilaksanakan dua putaran pada akhir 2013. Dia kemudian dilantik menjadi gubernur bersama wakilnya Arsyadjuliandi Rachman pada Februari 2014.
Hanya dalam beberapa bulan, Annas berhasil mendesat pemerintah pusat untuk segera mengesahkan Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang telah lama dinanti-nanti masyarakat Riau.
Namun sangat disayangkan, belum genap tujuh bulan menjabat sebagai gubernur, Annas harus menginjakkan kaki di "panggung" Komisi Pemberantasan Korupsi, sama seperti nasib gubernur sebelumnya Rusli Zainal. Apakah karir politik yang begitu lama dia bangun harus kandas semalam ditangkan KPK?
Masyarakat Riau agaknya masih menantikan kabar baik, namun harus siap menerima fakta buruk, meski Annas masih diharapkan untuk dapat berkontribusi lebih besar membangun provinsi yang kaya akan hasil minyak bumi dan hasil perkebunan ini. (ant/yus)