Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KORUPSI ANAS URBANINGRUM: Vonis Terlalu Ringan, KPK Ajukan Banding

KPK akan mengajukan banding dalam perkara korupsi penerimaan hadiah dari sejumlah proyek-proyek pemerintah dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan terdakwa mantan ketua umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang divonis 8 tahun penjara.
/Bisnis
/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA - KPK akan mengajukan banding dalam perkara korupsi penerimaan hadiah dari sejumlah proyek-proyek pemerintah dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan terdakwa mantan ketua umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang divonis 8 tahun penjara.

"Pimpinan KPK dipastikan akan mengajukan banding bila hukumannya di bawah dua pertiga tuntutan apalagi menurut kami dakwaan kesatu primer dan ketiga juga berhasil dibuktikan jaksa," kata Wakil Ketua KPK, Bambang Widjojanto.

Dalam perkara tersebut, hakim memvonis Anas dengan 8 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 3 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp57,59 miliar dan 5,26 juta dolar AS subsider 3 bulan kurungan.

Vonis itu lebih ringan dibanding tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang meminta agar Anas dihukum 15 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider lima bulan kurungan dan ditambah hukuman tambahan yaitu membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp94,18 miliar dan 5,26 juta dolar AS, pencabutan hak dipilih dalam jabatan publik, serta pencabutan Izin Usaha Pertambangan (IUP) atas nama PT Arina Kotajaya seluas kurang lebih lima hingga 10 ribu hektar di kecamatan Bengalon dan Kongbeng, kabupaten Kutai Timur.

"Ada yang sangat menarik dalam pertimbangan hukum hakim yang menyatakan bahwa Anas terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang secara berlanjut dan berulang-ulang dalam kapasitas jabatannya sebagai anggota DPR," ujarnya.

Bambang juga menilai bahwa kekayaan Anas cukup fantastis.

"Kekayaan Anas ternyata cukup fantastik dan dia dihukum untuk membayar uang pengganti kerugian sebesar lebih dari Rp57 miliar dan 5,2 juta dolar AS. Hanya dengan menjadi anggota DPR beberapa tahun serta ketua partai beberapa tahun saja tapi berhasil mengumpulkan kekayaan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan bila dibanding dengan profil penghasilannya," tuturnya.

Tuntutan lain yang tidak dikabulkan oleh hakim misalnya pencabutan hak politik untuk dipilih dalam jabatan publik.

"Tuntutan JPU untuk mencabut hak-hak terdakwa agar dicabut dari jabatan publik. Untuk mendapat jabatan publik tergantung publik atau masyarakat sendiri. Dalam negara demokrasi dikembalikan ke publik untuk melakukan penilaiannya untuk menentukan apakah orang itu layak atau tidak dipilih dalam jabatan publik sehingga majelis hakim tidak sependapat dengan Penuntut Umum," kata ketua majelis hakim Haswandi.

Sedangkan ketua jaksa penuntut umum KPK Yudi Kristiana seusai sidang mengaku bahwa jaksa masih pikir-pikir.

"Kami masih pikir-pikir untuk melakukan evaluasi antara putusan fakta persidangan kita korelasikan dengan tuntutan. Nanti kita lihat bagaimana korelasinya bagaimana KUHAP mengatur, tapi esensinya bahwa tujuan hukum tercapai. Tidak semua keadilan bisa dikuantifikasi, " kata Yudi pada Kamis malam.(ant/yus)


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : News Editor
Editor : Yusran Yunus
Sumber : Newswire
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper