Bisnis.com, JAKARTA - Isu radikalisme dan sejumlah persoalan lain membawa Mantan Perdana Menteri Inggris Raya Tony Blair menemui Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono.
Blair menemui Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (11/9/2014).
Keduanya bertemu untuk membahas berbagai hal termasuk pentingnya menangkal radikalisme.
Presiden Yudhoyono yang memakai jas hitam dan dasi biru itu menyambut secara langsung Tony Blair yang memakai jas abu-abu dan dasi merah di depan pintu masuk ke Kantor Presiden sekitar pukul 13.00 WIB.
Presiden sempat berbincang singkat dan menanyakan kapan sampai di Jakarta, dan Tony Blair menjawab baru saja tiba dan langsung menuju ke Kantor Presiden untuk bertemu SBY.
Saat menyambut Perdana Menteri Inggris periode 1997-2008 itu, Presiden Yudhoyono ditemani sejumlah pejabat antara lain Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dan Menteri Agama Lukman Hakim Saefuddin.
SBY juga menyambut dengan hangat Tony Blair dan mengingat saat kunjungan Blair yang pertama ke Indonesia tepatnya ke Jakarta pada 2006 lalu.
"Dalam kunjungan pertama itu, saya mengingat Anda berbicara pentingnya merangkul Islam dan Barat serta bekerja sama mengatasi radikalisme," ucap Presiden SBY.
Selain itu, lanjut Presiden, dirinya juga mengingat berbagai upaya yang dilakukan Tony Blair dalam mengatasi beragam persoalan global.
Kedatangan Tony Blair itu berlangsung di tengah persiapan penduduk Skotlandia yang pada tanggal 18 September mendatang akan memutuskan apakah bakal memisahkan diri dari Inggris Raya atau tidak.
Sebelumnya, Perdana Menteri Inggris David Cameron, Rabu (10/9), menyerukan kepada pemilih di Skotlandia untuk menolak kemerdekaan dalam referendum pekan depan.
Cameron menulis di surat kabar Daily Mail menjelang perjalanan kejutan ke Skotlandia dalam upaya melestarikan persatuan Inggris dan Skotlandia yang telah berlangsung selama lebih dari 300 tahun.
"Inggris Raya adalah negara berharga dan istimewa. Itulah yang dipertaruhkan. Jadi janganlah ada satu orang pun di Skotlandia yang ragu. Kami sangat ingin kalian tinggal, kami tidak ingin keluarga bangsa-bangsa ini terpecah belah," tulis Cameron sebagaimana dikutip kantor berita AFP.