Bisnis.com, JAKARTA—Tertembaknya pesawat Malaysia Airlines MH17 tidak terlepas dari memburuknya hubungan antara Ukraina dan Rusia.
Maklum, hingga kini pemberontak separatis Ukraina yang pro Rusia masih terus berjuang untuk menyatukan wilayahnya dengan negara bekas Uni Soviet tersebut.
Aksi pemberontak itu membuat pemerintah Ukraina marah dan terus memberangus aksi tersebut.
Sebagian dari pemberontak menginginkan Presiden Rusia Vladimir Putin mengirimkan bantuan militernya meski kali ini permintaan bantuan itu ditolak Putin.
Sebelumnya, aksi pemberontakan itu berhasil membuat sebagian wilayah Ukraina, yakni Crimea, mendeklarasikan diri bergabung dengan Rusia melalui sebuah referendum.
Namun demikian, deklarasi untuk merdeka itu tidak diakui dunia internasional termasuk Amerika Serikat dan Eropa.
Setelah menolak permintaan pemberontak Ukraina itu, bulan lalu Putin meminta parlemen untuk menganulir mandat yang diberikan padanya pada 1 Maret untuk menggunakan kekuatan pasukannya di Ukraina.
Akibatnya, ketegangan di wilayah yang berbatasan dengan Rusia itu terus memanas sehingga kuat dugaan pesawat tersebut ditembak oleh pemberontak Ukraina dengan menggunakan rudal.
Jatuhnya pesawat Malaysia Airlines MH17 itu dipastikan menewaskan seluruh 295 penumpang dan awak sebagaimana dikutip Reuters, Jumat (18/7/2014).
Pertanyaannya kemudian, apakah penembakan itu tidak disengaja atau sebaliknya, MH17 dijadikan tumbal untuk mendapat perhatian lebih dunia?