Bisnis.com, JAKARTA - Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum disebut-sebut memiliki obsesi sebagai Presiden RI. Untuk memenuhi obsesinya tersebut dia harus mengumpulkan uang yang banyak melalui partainya.
"Pada sekitar 2005, keluar dari anggota Komisi Pemilihan Umum dan selanjutnya berkeinginan untuk tampil menjadi pemimpin nasional yaitu sebagai Presiden RI, sehingga memerlukan kendaraan politik dan biaya yang sangat besar," ujar jaksa penuntut umum Yudi Kristiana di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (30/5/2014).
Dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Yudi, dari awal memiliki jabatan politik, Anas sudah memanfaatkan jabatannya. Dia duduk sebagai Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) bidang politik sebagai tahap awal sebelum sebagai ketua umum Partai Demokrat.
"Dengan kedudukannya sebagai ketua DPP bidang politik, terdakwa mempunyai pengaruh besar untuk mengatur proyek-proyek besar yang dibiayai oleh APBN pun makin besar," kata Yudi.
Anas akhirnya terpilih menjadi anggota DPR pada September 2009, dan selanjutnya ditunjuk sebagai ketua fraksi Partai Demokrat di DPR.
Kemudian, Anas membentuk kantong-kantong dana dari sejumlah proyek-proyek pemerintah. "Terdakwa membentuk kantong-kantong dana dari proyek pemerintah dan BUMN dan dikelola oleh Yulianis dan Mindo Rosalina Manulang untuk proyek di Kementerian Pendidkan Nasional dan Kementerian Pemuda dan Olahraga, Munadi Herlambang untuk proyek di BUMN, dan Machfud Suroso untuk proyek di universitas, gedung pajak, dan proyek proyek Pembangunan Lanjutan Pusat Pendidikan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang," terang jaksa Yudi.
Dari kegiatannya itu, Anas mendapat fee sebesar 7%-20%, yang kemudian disimpan di brankas Permai Grup. Bentuk fee yang diterima Anas adalah uang Rp116,52 miliar dan US$5,26 juta dari berbagai proyek. Kemudian mobil Toyota Harrier B 15 AUD senilai Rp670 juta, 1 unit mobil Toyota Vellfire B 69 AUD seharga Rp735 juta, serta fee kegiatan survei pemenangan Rp478,6 juta.