Bisnis.com, JAKARTA - Solidaritas Perempuan mengajukan empat tuntutan kepada pemerintah dan anggota legislatif terpilih untuk segera mewujudkan perlindungan yang komprehensif bagi buruh migran dan keluarganya.
Hasl itu diungkapkan oleh Wahidah Rustam, Ketua badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan, di Jakarta, Selasa (20/5/2014).
Pertama, menuntut penyelesaian kasus almarhumah Nani Suryani dengan seadil-adilnya, termasuk memenuhi hak keluarga atas diyat sebagaimana yang dituntut oleh ahli waris almarhumah Nani Suryani sebesar SAR 1 juta.
Kedua, pemerintah dan DPR harus mengubah paradigman lama yang hanya melihat buruh migran sebagai komoditas, menjadi paradigma yang melihat migrasi atau menjadi buruh migran sebagai komoditas, menjadi paradigma yang melihat migrasi atau menjadi buruh migran merupakan hak warga negara yang wajib dipenuhi, dilindungi dan dihormati oleh pemerintah.
Ketiga, pemerintah harus melihat situasi khusus perempuan dan sensitive gender dalam melihat fenomena migrasi serta memandang BMP sebagai manusia yang mempunyai hak asasi serta sebagai anggota keluarga dan mahluk sosial yang tak terpisahkan dari keluarga dan masyarakatnya.
Keempat, revisi UU N0.39/2004 dengan menjamin hak-hak buruh migran sebagaimana termuat di dalam Konvensi Migran 90, DEDAW dan Kovensi ILO No.189.
Solidaritas Perempuan mencatat kekerasan dan pelanggaran hak buruh migran perempuan terus terjadi. Almarhumah Nani Suryani salah satu buruh migran yang mengalami kekerasan selama bekerja di Arab Saudi. Bertahun-tahun keluarga Nani Suryani menunggu kedatangan Nani di tengah-tengah keluarga. Namun, berita kematian Nani baru diketahui oleh keluarganya pada 20 Juni 2011 setelah lima bulan Nani dinyatakan meninggal, tepatnya 1 Januari 20121.
Nani Suryani binti Mangsur Neman, seorang buruh migran perempuan asal Karawang. Berusia 26 tahun. Berangkat ke Arab Saudi pada 5 Maret 2009 untuk bekerja sebagai PRT. Melalui PJTKI PT Barkahayu Safarindo. Nani ditempatkan di PJTKA Almugarry Manpower REC Office dengan majikan bernama Ibrahim Ali Hussain.