Bisnis.com, MALANG - Fasilitas umum (fasum) untuk kebutuhan perempuan masih jauh dari ideal dan belum memenuhi asas keadilan sehingga kaum perempuan kerap menjadi korban.
Dewi Chandra Ningrum, Founder Jejer Wadon yang juga aktivis perempuan sekaligus dosen Pasca Sarjana Universitas Indonesia (UI), mengatakan kebutuhan tersebut diantaranya adalah tempat duduk untuk ibu hamil di moda transportasi seperti kereta dan bus, ruang menyusui (laktasi), serta fasilitas untuk kaum disabilitas.
“Harapannya, kuota 30% perempuan di lembaga legislatif akan menjadi peran utama bagi upaya untuk pemenuhan kebutuhan fasilitas publik bagi kaum perempuan. Karena kesetaraan itu maknanya adalah perlakuan entitas yang sesuai dengan kebutuhan,” kata Dewi dalam Seminar Tantangan Perempuan di Bidang Politik dan Pemerintahan di Universitas Brawijaya (UB) Malang, Rabu (30/4/2014).
Dicontohkan, di eropa misalnya, anggota legislatif diperkenankan untuk membawa anak-anaknya dalam sidang parlemen. Termasuk tersedianya ruang publik untuk ibu hamil dan menyusui.Karena itu sebagai dosen pihaknya sangat memasilitasi mahasiswinya yang sedang dalam keadaan hamil maupun yang memiliki anak untuk kegiatan kuliah di kampus.
Sri Untari, Ketua Fraksi PDIP DPRD Kota Malang, mengatakan kendati perempuan memiliki kuota 30% di dewan, namun kiprah perempuan di dunia politik masih kalah dengan pria.
“Hal itu bisa dilihat dari berapa banyak perempuan yang menjadi ketua umum partai. Bahkan dalam daftar calon legislatif (caleg) perempuan selalu berada di nomor urut di bawah laki-laki,” jelas dia.
Dari sedikit itu pihaknya menegaskan jika dirinya mampu mendobrak stigma tersebut. Terbukti dalam pemilihan legislatif (pileg) lalu pihaknya duduk di nomor urut satu di wilayah daerah pemilihan (dapil) V Jawa Timur yang meliputi Malang Raya (Kota/Kabupaten Malang dan Kota Batu) untuk DPRD Provinsi Jawa Timur.
Dan sebagai caleg perempuan dengan nomor urut satu dari PDIP, Sri Untari mampu mengumpulkan suara terbanyak dengan 73.000 suara yang bakal memastikan dirinya duduk di kursi DPRD Provinsi Jawa Timur.“Salah satu jalan untuk memperjuangkan nasib perempuan adalah melalui anggota dewan,” ujarnya.
Prof. Iwan Abdullah, Guru Besar Universitas Gajahmada (UGM) Jogjakarta, mengatakan mindset jika perempuan bukan figur tepat untuk menjadi pemimpin masih melekat dipikiran masyarakat.“Sehingga cukup sulit untuk merubah persepsi publik tentang kepemimpinan perempuan,” tambahnya.
Salah satu indikasinya adalah jumlah perempuan yang menduduki jabatan di eselon satu jumlahnya tidak lebih dari 5%. Bahkan jumlah jendral perempuan juga relatif minim yakni satu di kepolisian dan satu di angkatan udara.