Bisnis.com, MUMBAI— Data ekonomi India menunjukkan penyusutan defisit perdagangan dari US$9,9 miliar menjadi US$9,4 miliar pada Februari 2014, sehingga berpotensi meningkatkan proyeksi perekonomian negara itu.
“Rupee juga akan menuai keuntungan akibat pulihnya perdagangan India,”ucap analis Credit Agricole CIB Dariusz Kowalczyk di Mumbai, Selasa (11/3/2014).
Menurutnya, statistik ekonomi India akan mengindikasikan proyeksi rupee India akan berlanjut positif dalam waktu dekat.
Rupee tercatat naik ke level tertinggi selama 7 bulan di tengah spekulasi atas melambatnya inflasi dan menyusutnya defisit neraca transaksi. Memulihnya ekonomi India juga diyakini mampu memicu pembelian aset India di luar negeri.
Berdasarkan data dari bank lokal di Mumbai yang dihimpun oleh Bloomberg, rupee mengalami kenaikan 0,3% menjadi 60,68 per dolar AS pada pukul 9.42 a.m. Angka tersebut (60,68) merupakan level tertinggi sejak 12 Agustus 2013. Rupee tercatat mengalami kenaikan sebanyak 13,4% dari rekor terendah yaitu 68,84 pada 28 Agustus 2013.
Rencananya, pemerintah akan mengumumkan data perdagangan pada pekan ini. Survei Bloomberg menyebutkan indeks harga konsumen India bakal melambat ke level terendah sejak Januari 2012.
Sebelumnya, Menteri Keuangan India Palaniappan Chidambaram menargetkan defisit neraca transaksi berjalan berada di bawah US$40 miliar di tahun fiskal yang berakhir 31 Maret 2014. Sekadar informasi, defisit neraca transaksi berjalan pernah mencapai US$88 miliar dalam 12 bulan yang lalu.
Di lain pihak, analis Religare Capital Markets Tirthankar Patnaik mengatakan tanda-tanda positif pada data ekonomi yang akan dikeluarkan oleh pemerintah pada pekan ini mengindikasikan ekonomi India mulai pulih.“Walaupun begitu, ini baru tanda-tanda awal,” imbuhnya yakin.
Survei Bloomberg sendiri memprediksi inflasi meningkat 8,30% pada Februari tahun ini dari tahun sebelumnya. Kenaikan inflasi pada Januari sebesar 8,79%.
Masih berdasarkan survei Bloomberg, sekitar 40 ekonom menyatakan produksi industri akan mengalami kontraksi 1% pada Januari tahun ini mengikuti penurunan 0,6% pada Desember 2013.
Laporan lainnya juga memprediksi kenaikan harga konsumen akan melambat menjadi 4,90%dari 5,05% pada bulan sebelumnya.
Selain defisit neraca transaksi berjalan dan tingginya inflasi, India juga tengah menghadapi krisis energi. Pemadaman listrik sporadis mengancam perekonomian di negara dengan ekonomi terbesar ketiga di dunia ini.
Pada 2012, sekitar 600 juta masyarakat India mengalami pemadaman listrik selama 3 hari di wilayah utara dan timur akibat kuota listrik tidak sebanding dengan jumlah penduduk.
“Reformasi listrik bukan lagi pilihan, tetapi hal itu adalah sebuah keharusan,”kata Pawan Parakh, analis Dolat Capital Market.