Bisnis.com, ISTANBUL - Kehebohan terjadi di Turki seiring kabar bahwa Taliban membuka kantor perwakilan di negara yang menjadi pintu masuk ke Eropa itu.
Turki Minggu (23/2/2014) sampai harus membantah laporan media Pakistan yang mengklaim bahwa Taliban telah membuka kantor politik di Ankara sebagai bagian dari upaya untuk menghidupkan kembali proses perdamaian yang terhenti.
Laporan oleh Frontier Post itu terjadi setelah pertemuan puncak trilateral di Ankara awal bulan ini antara Afghanistan, Pakistan, dan Turki.
Namun kementerian luar negeri Turki membantah laporan itu, dan mengatakan itu "tidak mencerminkan kebenaran".
"Tidak ada kantor tersebut telah dibuka di Turki."
Surat kabar Frontier Post juga mengatakan para pejabat intelijen Pakistan telah bertemu dengan para penasihat politik pemimpin tertinggi Taliban Mullah Omar di Ankara.
Turki telah mengatakan di masa lalu bahwa pihaknya terbuka untuk pembentukan kantor Taliban guna membantu pembicaraan damai dengan Afghanistan.
Taliban telah melakukan pemberontakan mematikan sejak invasi pimpinan Amerika Serikat menggulingkan mereka dari kekuasaan di Afghanistan pada tahun 2001.
Pemerintah Kabul yang didanai Barat sedang mencoba untuk mencapai kesepakatan damai dengan Taliban sebelum penarikan pasukan asing pada akhir tahun ini, tetapi proses telah terhenti.
Sehari sebelumnya, gerilyawan Taliban menyerang satu pos tentara Afghanistan di Provinsi Kunar yang berbatasan dengan Pakistan, Ahad subuh.
Serangan itu menewaskan 23 tentara dan tujuh lainnya jadi korban penculikan, kata seorang pejabat.
Daerah perbatasan yang rapuh itu dikuasai gerilyawan yang sering menggunakan bom rakitan untuk menyerang tentara.
Serangan Ahad subuh itu menyebabkan jatuhnya korban tewas terbanyak dalam satu insiden tunggal pada bulan-bulan belakangan ini.
Insiden itu terjadi di distrik Ghaziabad, Provinsi Kunar, kata Gubernur Shujah-ul Mulk Jalala kepada AFP.
Taliban kemudian mengeluarkan satu pernyataan mengklaim bertanggung jawab atas serangan itu.
"Pengejaran sedang dilakukan untuk membebaskan para tentara yang diculik, kata seorang pejabat kementerian pertahanan di Kabul.
Korban di kalangan tentara dan polisi Afghanistan meningkat dalam tahun-tahun belakangan ini.
Di sisi lain, mereka memiliki tanggung jawab lebih besar dalam memerangi gerilyawan sebelum sekutu Barat mereka, pasukan AS dan NATO, meninggalkan negara itu pada akhir tahun ini.
Sekitar 8.000 sampai 12.000 tentara AS mungkin akan tetap digelar di Afghanistan untuk melatih dan misi kontra-terorisme dari tahun 2015.
Hal itu dimungkinkan jika perjanjian yang lama tertunda itu ditandatangani dengan pemerintah Afghanistan.