Bisnis.com, JAKARTA--Ketua Komisi Pemberanatasan Korupsi menilai ada 12 isu penting dalam RUU KUHP dan KUHAP yang bersifat melemahkan kewenangan KPK, sehingga lembaga itu perlu kirim surat ke presiden dan DPR untuk ditunda pembahasannya.
Menurutnya KPK saat ini dalam prosisi menunggu apakah surat penundaan pembahasan atau pembatalan RUU KUHP dan KUHAP yang dikirim Rabu (19/2/2014) ditindaklanjuti oleh pemerintah dan DPR.
"Kami berharap bahwa langkah-langkah pemberantasan korupsi berjalan dengan kecepatan yang diinginkan," ujarnya seperti dikutip Antara.
Berikut 12 isu penting dalam RUU KUHP dan KUHAP yang dinilai dapat melemahkan peran/wewenang KPK antara lain:
o Penghapusan ketentuan penyelidikan
o Penghentian penuntutan suatu perkara
o Tidak ada kewenangan KPK dalam memberlakukan perpanjangan penahanan pada tahap penyidikan
o Masa penahanan kepada tersangka lebih singkat
o Hakim dapat menangguhkan penahanan yang dilakukan penyidik KPK
o Penyitaan harus izin dari hakim
o Penyadapan harus mendapat izin hakim
o Penyadapan (dalam keadaan mendesak) dapat dibatalkan oleh hakim
o Putusan bebas tidak dapat diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung.
o Putusan Mahkamah Agung tidak boleh lebih berat dari putusan pengadilan tinggi.
o Tidak diaturnya ketentuan pembuktian terbalik dalam suatu perkara.
Menurut catatan Bisnis, RUU KUHAP dan KUHP diserahkan Kementerian Hukum dan HAM kepada Komisi Hukum DPR pada 6 Maret 2013, kedua rancangan regulasi tersebut masuk ke dalam prioritas Program Legislasi Nasional periode 2009-2014.
Setelah menerima kedua naskah itu, DPR membentuk Panja Pembahasan RUU KUHAP dan RUU KUHP yang dipimpin Aziz Syamsudin dengan 26 orang anggota dari berbagai fraksi. Panja telah memanggil sejumlah pihak terkait, kecuali KPK untuk membahas RUU KUHAP.
RUU KUHP memuat 766 pasal atau bertambah 197 pasal dari KUHP lama yang hanya memuat 569 pasal.
Menurut data Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi dan Reformasi Hukum, hanya ada 12-13 orang yang hadir dari anggota panitia kerja dalam proses pembahasan RUU KUHAP di DPR.