Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

SPS Siap Buktikan Tidak Membakar Lahan

PT Surya Panen Subur (SPS) siap membuktikan tidak membakar lahan perkebunannya di Nangroe Aceh Darussalam (NAD) sebagaimana ditudingkan Kementerian Lingkungan Hidup sehingga menggugatnya senilai sekitar Rp302 miliar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Bisnis.com, JAKARTA - PT Surya Panen Subur (SPS) siap membuktikan tidak membakar lahan perkebunannya di Nangroe Aceh Darussalam (NAD) sebagaimana ditudingkan Kementerian Lingkungan Hidup sehingga menggugatnya senilai Rp  302.154.300.000 (Rp 302 miliar lebih) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

"Kami siap membuktikan SPS tidak membakar lahan perkebunannya," kata kuasa hukum SPS, Rivai Kusumanegara di Jakarta, Selasa (18/2/2014).

Rivai mengaku untuk membuktikan kliennya tidak membakar lahan sebagaimana dituduhkan KLH, pihaknya telah siap mengajukan sejumlah bukti dalam persidangan pokok perkara gugatan ini yang akan dimulai Senin pekan depan dengan agenda pembacaan gugatan oleh KLH.

"Kami akan gunakan persidangan ini sebagai klarifikasi atas ketidakbenaran yang dituduhkan kepada SPS. Kami akan hadirkan sejulmlah bukti tertulis, saksi-saksi, maupun 7 orang ahli dari 4 perguruan tinggi negeri dan balai penelitian pemerintah," tandas Rivai.

Namun Rivai menolak menyebutkan siapa saja yang akan diajukannya sebagai saksi dan ahli tersebut ke persidangan nanti. Ia hanya menegaskan, sejumlah saksi dah ahli dari 4 perguruan tinggi tersebut, setelah melakukan penelitian dan berkesimpulan, bahwa SPS tidak melakukan pembakaran lahannya yang sudah ditanami sawit itu.

"Intinya, menyatakan bahwa lahan terbakar tidak rusak, karena surface fire dan kebakaran bukan disebaknan oleh PT SPS," tandasnya dalam siaran persnya.

Selain itu, imbuh Rivai, pihaknya juga akan menyerahkan bukti-bukti PT SPS tidak membuka lahan dengan cara dibakar sesuai yang ditentukan pemerintah, yakni Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB). SPS mempunyai bukti perjanjian, transfer bank, dan PPH dengan kontraktor yang melakukan pembukaan lahan itu.
"Di mana biaya yang kami bayarkan adalah harga pasar PLTB di Aceh. Jadi tidak logis kami dituduh bakar lahan, sedangkan secara riil, kami membayar kontraktor dengan harga PLTB. Kontraktor itulah yang mengerjakan pembukaan lahan dan bukan dengan cara dibakar," tandasnya.

Logikanya, ungkap Rivai, "Kalau sudah membayar kontraktor untuk membuka lahan, ngapain lagi ngebakar? Lahan yang terbakar sudah ditanami. Kan kalau dibakar lagi, kan rugi," ungkapnya.

Sementara itu, pengacara KLH, Bobby Rahman mengatakan, pihaknya telah menolak proposal mediasi usulan 5.000 hektare lahan HGU SPS untuk dijadikan kawasan konservasi, karena tidak menjawab pokok perkara gugatan. "Alasannya masih yang kemarin [proposal 5.000 hektare lahan PT SPS untuk dijadikan lahan konservasi tidak menjawab pokok perkara]."

Kerana tidak ada titik temu, imbuh Bobby, maka persidangan akan dilanjutkan pada inti perkara yang akan digelar Senin pekan depan. Namun demikian, selama belum ada putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht), kemungkinan apapun masih bisa terbuka. "Sebelum inkracht masih ada kesempatan," ujarnya.

Sidang mediasi yang dipimpin Hakim Mediator Yuningtyas Upiek di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (18/2/2014) mengalami jalan buntu alias tidak menghasilkan kesepakatan kedua belah pihak, sehingga mediasi ditutup tanpa hasil dan sidang dilanjutkan pada pokok perkara gugatan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Martin Sihombing
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper