Bisnis.com, JAKARTA - Para pemimpin agama wajib menolak pengaruh pemikiran radikal yang bisa memicu konflik dan kekerasan horizontal di Indonesia.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan pemuka agama merupakan tokoh paling sentral dalam memelihara kerukunan dan toleransi beragama.
Dia meminta masyarakat tidak bergantung hanya kepada negara dalam mengatasi dan mencegah berbagai potensi konflik antar kelompok, termasuk antar kelompok agama, di Tanah Air.
Tokoh agama, guru, dan orang tua memiliki tugas dan kewajiban mencegah pertumbuhan pemikiran ekstrim untuk mencegah potensi konflik horizontal antar kelompok di masyarakat yang Indonesia yang majemuk.
"Jangan biarkan pikiran radikal dan ekstrim tumbuh berkembang di negeri ini. Kita wajib mencegah dan menolak sikap dan perilaku radikal," kata Presiden dalam sambutan Perayaan Natal Nasional, Jumat (27/12/2013).
Langkah penegakan hukum, tegas SBY, harus menjadi langkah terakhir yang dikerahkan dalam meredam konflik horizontal yang bisa berujung pada kekerasan. "Negara akan melakukan intervensi jika tidak ada cara lain dan pencegahan gagal dilaksanakan," katanya.
Kepala Negara berpesan agar upaya-upaya memelihara toleransi beragama di Indonesia dikerahkan terus menerus tanpa henti. Kerukunan beragama, lanjutnya, tidak boleh dianggap remeh karena selalu terancam oleh berbagai potensi perpecahan.
SBY percaya Indonesia mampu mewujudkan cita-cita bangsa membentuk masyarakat yang adil, damai, dan sejahtera 100 tahun pasca kemerdekaan.
Kepercayaan tersebut, di antaranya, didasari oleh kesuksesan Indonesia mengatasi berbagai permasalahan seperti konflik Ambon, bencana alam di Aceh, hingga krisis perekonomian global.
Keberhasilan di atas dan peningkatan posisi Indonesia di masyarakat internasional adalah modal pemerintah dan masyarakat dalam mewujudkan cita-cita bangsa pada 2045.