Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Setop Pelantikan Hambit Bintih

Pelantikan Hambit Bintih sebagai Bupati Gunung Mas, Kalimantan Tengah, menghadapi kendala. Hambit saat ini berada di tahanan KPK terkait kasus suap terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, agar dimenangkan dalam sengketa pilkada Gunung Mas. Barang bukti yang disita dalam kasus penyuapan itu adalah uang tunai sebesar US$22.000 dan Sin$284.050. Akil Mochtar juga sudah jadi tersangka dan ditahan.

Bisnis.com, JAKARTA - Pelantikan Hambit Bintih sebagai Bupati Gunung Mas, Kalimantan Tengah, menghadapi kendala. Hambit saat ini berada di tahanan KPK terkait kasus suap terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, agar dimenangkan dalam sengketa pilkada Gunung Mas. Barang bukti yang disita dalam kasus penyuapan itu adalah uang tunai sebesar US$22.000 dan Sin$284.050. Akil Mochtar juga sudah jadi tersangka dan ditahan.

Walau jelas bahwa Hambit sedang terlilit kasus korupsi, DPRD dan Gubernur Kalimantan Tengah tetap menyetujui pelantikannya sebagai bupati. Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menyetujui rencana pengesahan tersebut, yang sedianya berlangsung pada 31 Desember nanti.

Polemik menyeruak ke permukaan setelah Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan keberatan, menunjuk status Hambit Bintih sebagai tersangka kasus korupsi. Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas mengatakan seharusnya Kementerian Dalam Negeri bijaksana dalam bersikap dan mempertimbangkan masalah etika dan moralitas.

Pertanyaannya adalah, patutkah Hambit Bintih dilantik?  Jika dia jadi dilantik maka dia akan menjalankan tugasnya dari balik jeruji besi. Akan efektifkah cara seperti itu? Lalu, apa pula pandangan masyarakat terhadap kondisi ini: Seorang tersangka koruptor masih diberi otoritas untuk menjalankan roda pemerintahan, padahal seorang pemimpin seharusnya memiliki moralitas yang tinggi, bersih dari penyimpangan dan manipulasi, serta berperilaku jujur.

Tepat pelukisan yang disampaikan oleh Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto tentang sumpah jabatan. “Dalam undang-undang Nomor 32 tentang pemerintah daerah ada ketentuan yang harus menyebutkan bahwa, saya akan menjalankan UU selurus-lurusnya. Berdasar itu dia (Hambit Bintih) sudah tidak lagi layak menjadi kepala daerah karena perilakunya. Itu sudah tidak mungkin," katanya.

Selain itu, pelantikan mereka yang terlibat kasus korupsi sebagai pejabat bakal menciptakan preseden buruk—orang tidak akan takut korupsi atau ketahuan korupsi karena tokh dia tetap bisa menjabat dan menjalankan wewenangnya dari tahanan.

Kita bayangkan, seandainya  Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi memberikan masukan yang tepat ke DPRD dan pemerintahan Provinsi Kalimantan Tengah tentang kondisi Hambit Bintih yang tak layak lantik itu, tak perlu muncul polemik seperti sekarang. Justru Mendagri dapat memanfaatkan momentum rencana pelantikan tersebut untuk menunjukkan sikapnya yang tegas terkait pemberantasan korupsi di kalangan pemerintah daerah.

Data Kementerian Dalam Negeri menunjukkan peningkatan signifikan pada jumlah kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah. Dalam tahun 2012, sedikitnya 173 kepala daerah menjalani pemeriksaan dengan status sebagai saksi, tersangka, dan terdakwa dalam berbagai kasus korupsi. Pada Oktober 2013, jumlahnya mencapai 309 kepala daerah. Sungguh angka yang memprihatinkan!

Bayangkan dampak korupsi dari para pejabat daerah—yang merata di hampir semua provinsi—itu terhadap tingkat kesejahteraan rakyat. Mudah menemukan pejabat daerah, entah gubernur entah bupati, yang hidup dalam kemewahan berlebihan seperti raja atau ratu, sementara warganya tercekik dalam kemiskinan.

Kita berharap DPRD dan Gubernur Kalimantan Tengah Teras Narang, begitu juga Mendagri Gamawan Fauzi, bijaksana menghadapi penolakan KPK atas rencana pelantikan Hambit Bintih. Tidak perlu keras-keras-an untuk suatu kasus yang sudah jelas hitam-putihnya. Lagipula pelantikan tersebut, yang sedianya berlangsung di Rumah Tahanan Guntur Jaya, Jakarta, hanya akan jadi bahan gunjingan internasional. Apa kata dunia? Apa sudah habis stok pemimpin di negeri ini sehingga orang yang cacat hukum pun dipaksakan dilantik?

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menunjukkan sikap tegas bahwa kepatutan, moral, etika, dan pandangan masyarakat perlu menjadi pertimbangan Mendagri dalam kasus pelantikan Hambit Bintih.  Agar tak terulang lagi kasus seperti ini, sudah perlu pengaturan hukum yang tak memungkinkan pelantikan calon pejabat yang tengah diperiksa dalam kasus korupsi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper