Bisnis.com, JAKARTA - Plan Indonesia mengapresiasi amandemen Undang Undang Administrasi Kependudukan yang menggratiskan pengurusan akta kelahiran mulai Januari 2014.
Plan Indonesia berharap amandemen UU tersebut sungguh-sungguh dilaksanakan, sehinga Indonesia mampu mengejar ketertinggalan dalam hal pencatatan kelahiran.
Dibandingkan negara-negara Asean, kata Nono Sumarsono, Kepala Departemen Program Plan Indonesia, persentase pencatatan kelahiran Indonesia masih tergolong rendah, yakni hanya 60 persen.
“Jangankan dibandingkan dengan Singapura, Malaysia atau Filipina. Jika dibandingkan dengan sejumlah negara yang baru selesai dari konflik panjang seperti Vietnam (98%), Kamboja (90%) dan Laos (90%), Indonesia juga masih jauh tertinggal. Padahal negeri ini sudah menjadi bagian dari negara maju G-20,” ujar Nono di sela-sela Diskusi Publik Refleksi Pencatatan Kelahiran Anak di Indonesia, Kamis (19/12/2013).
Dia mengatakan masih adanya retribusi untuk pembuatan akta kelahiran sebagai komponen pendapatan asli di beberapa daerah, menjadi salah satu hambatan pencatatan kelahiran di Indonesia.
Tanpa adanya retribusi pun, ujarnya, pemerintah harus bekerja keras agar masyarakat makin memahami pentingnya akta kelahiran sebagai identitas kewarganegaraan, dan kelengkapan administrasi kependudukan.
“Di beberapa daerah, masyarakat juga masih kesulitan mengakses layanan pengurusan akta kelahiran, karena faktor jarak dan minimnya sarana transportasi,” lanjutnya.
Kurangnya sosialisasi akan pentingnya kepemilikan akta kelahiran, tambahnya, serta kurangnya data kepemilikan akta kelahiran, ikut berkontribusi atas rendahnya pencatatan kelahiran di Indonesia.
Dia menjelaskan berdasarkan data BPS 2011, anak usia 0-18 tahun berjumlah 82.980.000 orang. Secara nasional, anak yang telah memiliki dan dapat menunjukkan akta kelahiran baru mencapai 47,71%.
Sedangkan anak yang telah memiliki akta kelahiran, tapi tidak dapat menunjukkannya mencapai 16,29%. Dengan demikian, sekitar 36% anak belum terlindungi identitasnya. Secara de jure keberadaannya dianggap tidak ada oleh negara.
“Mereka berada dalam posisi yang rawan. Bagi anak perempuan, misalnya, identitas mereka lebih mudah dipalsukan untuk dieksploitasi secara ekonomi maupun seksual,” ungkapnya.
Sebagai organisasi kemanusiaan yang fokus pada pemenuhan hak anak, katanya, Plan Indonesia mendukung program pencatatan kelahiran di Indonesia. Di negeri ini, Plan bekerja sama dengan pemerintah mengkampanyekan dan mengimplementasikan Pencatatan Kelahiran untuk Semua Anak (Universal Birth Registration) sejak 2004.
“Tujuannya adalah untuk mendorong kesadaran masyarakat, dan mendukung perluasan akses masyarakat dalam mendapatkan akta kelahiran,” ujarnya.