Bisnis.com, GARUT--Swasembada sapi potong di Jawa Barat dinilai sulit tercapai pada 2014 karena pertumbuhan populasi sapi sangat rendah hanya sekitar 10% setahun.
Kepala Bidang Pengembangan Usaha Dinas Peternakan Jawa Barat Dince St. menuturkan pada 2014 ketersediaan sapi potong di Jabar hanya dapat memenuhi kurang dari 40% kebutuhan penduduk Jabar, sebagian besar lainnya lebih dari 60% harus dipenuhi dari daerah lain, seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur serta impor.
"Tahun ini, Jabar hanya dapat memenuhi 30% kebutuhan. Tahun depan diperkirakan angkanya masih sekitar 30% karena penambahan jumlah sapi potong setiap tahun tidak lebih dari 10%," katanya dalam acara Penyerahan Program Sosial Bank Indonesia Wilayah VI Jabar Banten, Senin (16/12/2013).
Dince merinci kebutuhan sapi potong di Jabar 2013 sebanyak 665.370 ekor atau setara 106.748 ton, sedangkan ketersediaan sapi potong 2013 hanya 119.800 ekor.
Menurutnya, persediaan sapi potong di Jabar terkendala biaya pemeliharaan yang tinggi sehingga harga jual sapi lokal lebih mahal dibandingkan dengan sapi impor. Biaya yang tergolong mahal dan berkontribusi terhadap tingginya biaya pemeliharaan paling besar yaitu pakan ternak.
"Biaya pakan ternak sangat mahal dan memberatkan peternak sehingga kami terus mencoba berbagai cara untuk menyediakan pakan ternak yang berkualitas dan murah. Salah satu cara yakni dengan memanfaatkan limbah tumbuhan dan hewan," katanya.
Diharapkan pemanfaatan limbah ini dapat menekan harga pakan ternak hingga 50%. "Penekanan harga pakan akan cukup berpengaruh karena biaya pakan ternak mencakup 60% biaya pemeliharaan sapi potong," katanya.
Dince menambahkan pengolahan limbah tumbuhan dan hewan ini telah dilakukan di delapan sentra pakan ternak, diantaranya Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Majalengka.
Selain harga pakan ternak yang mahal, lanjutnya, kendala ketersediaan sapi potong di Jabar juga disebabkan oleh keterbatasan akses peternak pada kredit perbankan sehingga modal untuk membeli pakan ternak dan kebutuhan lain masih kecil. Dince berharap Bank Indonesia dapat membantu peternak mengatasi masalah sulitnya akses kredit perbankan ini.
Data Bank Indonesia Wilayah VI Jabar dan Banten menunjukkan kucuran kredit UMKM sektor peternakan dan perikanan di Jabar kuartal III 2013 hanya 1,27% dari total kucuran kredit UMKM.
Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Wilayah VI Jabar dan Banten Nita Yosita menuturkan BI terus berupaya menjembatani komunikasi pihak peternak dan bank agar kucuran kredit UMKM sektor peternakan bertambah.
"Pengetahuan perbankan terhadap sektor peternakan masih kurang sehingga mereka selalu menganggap sektor peternakan beresiko tinggi. Oleh karena itu, kami terus memerkenalkan sektor peternakan dan memberikan pengetahuan kepada pihak bank bahwa tidak selalu sektor peternakan itu beresiko tinggi," ujarnya.
Dengan menjembatani pihak bank dan peternak, Nita berharap kucuran kredit UMKM sektor peternakan 2014 dapat mencapai lebih dari 2%. Target ini akan diupayakan bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Selain itu, pihak BI juga turut membantu menekan harga pakan ternak. "Kami tahu mahalnya pakan ternak menjadi kendala para peternak. Saat ini kami telah menyediakan mesin pengolah limbah jagung di Desa Cigadog, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut agar limbahnya dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak," ujarnya.
Menurut Nita, bantuan mesin ini telah dimanfaatkan 1.252 orang di Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut. Bantuan sektor peternakan, akan terus dilakukan di beberapa wilayah lain di Jabar pada 2014. Bantuan ini diharapkan dapat menambah pendapatan para peternak. (k10)